Selama-lamanya tinggal di negeri orang, seberagam dan selezat apapun kuliner yang pernah dirasa, tetap saja kembali ke menu masakan rumah, masakan ‘kampung halaman’.
Teks & Foto: Rahmayanti Helmi Yanuariadi (Melbourne).
“Ini baru makanan Padang asli!” spontan ucapan ini terlontar saat sendok pertama racikan menu makanan Padang ini menyentuh lidah. “Salero Kito”! benar-benar selera kita! Dengan gaya saji ala fast food restaurant, menu masakan Padang tertata di hot food display: rendang daging, gulai kepala ikan, gulai sayur nangka muda, gulai ayam, gulai tunjang (kikil), gulai otak sapi, gulai kambing, sambal hijau, dendeng balado, telur balado, paru goreng, sate Padang, ayam pop, ayam goreng, udang pedas, dan lain-lain. Hm..persis sama, tidak rugi masuk resto ini tadi. Ini bukan rumah makan Padang di Jakarta, atau di tanah Sumatera Barat sana yang sudah lumrah kalau lezat. Tapi ini adalah Resto Padang “Salero Kito” di Melbourne. Satu porsi seharga rata-rata terjangkau Aud 9.50 sudah cukup menenangkan perut.
Sulit menemukan cita rasa asli masakan Indonesia seperti ini di luar negeri, apalagi jenis masakan yang pengolahannya rumit seperti masakan Padang. Sepengamatan saya, masakan Padang sangat jarang tersaji di restoran Indonesia. Berbeda dengan kuliner Cina yang menyebar ke seluruh dunia sejak jaman baheula. Bisa jadi karena masakan Padang dominan dengan rasa pedas, terkesan berat karena sarat bumbu, sehingga kurang diminati orang-orang bangsa lain. Tapi semua ini justru menjadi tantangan bagi Ezra Toddy, sang chef sekaligus pemilik Salero Kito, yang hampir sepuluh tahun ini menetap di Melbourne.
Tepat sekali kalau restoPadang ini didirikan di Melbourne-Australia yang notabene menonjol dengan penduduk multikulturalnya. Warganya sudah terbiasa dengan makanan berbagai bangsa, terutama kuliner Asia. Apalagi warga Indonesia pun sangat banyak. Selama-lamanya orang Indonesia yang hidup di luar negeri, dan seberagam dan selezat apapun kuliner yang tersedia dan pernah dicicipi di negeri orang, tetap saja kembali ke menu masakan rumah, masakan ibu, masakan ‘kampung halaman’. Menu Padang otentik dalam suasana Indonesia sungguh mengobati kerinduan akan rasa makanan tanah air yang sesungguhnya. “Engga ada yang bisa menandingi kelezatan makanan negeri sendiri,” begitu menurut pengalaman indera perasa saya.
Tidak berapa lama sejak berdirinya Agustus tahun 2010, resto yang berada di daerah suburb di sebelah tenggara kota Melbourne segera dikenal di seantero kota. Lokasinya di 21-23 Waverley Rd, Malvern East, VIC 3145 (Melway 68 F1)
mudah dicapai dengan kereta api atau tram. Dengan train, dari City pilih jurusan Pakenham/Frankston/Dandenong; turun di halte Caulfield, dan resto ada di depan Monash University-Caulfiled. Atau dengan tram no 3 arah Malvern East dari City (istilah yang lazim untuk menyebut pusat kota), turun di halte di dekat kampus Monash –universitas yang banyak mahasiswa Indonesianya.
Berlabel sertifikat ‘halal’, inipun satu kelebihannya; Salero Kito menjawab pencarian saya akan makanan halal yang biasanya sulit ditemui di negeri non muslim. Semua bahan baku daging disediakan pemasok Halal Meat di propinsiVictoria- Australia.
Rumah makan ini cepat memikat pelanggan dengan promosi melalui media sosial Facebook, link dengan beberapa website kuliner, Indonsesian free magazine di Australia, dan flyer. Tak heran pelanggannya tersebar di kalangan warga Indonesia pada umumnya, lingkungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Melbourne, Young Indonesian Muslim Students’ Association, para professional, warga Malaysia di Melbourne (termasuk pejabat Malaysia yang sedang bertugas), turis Indonesia, hingga para artis dan para pejabat dari tanah air. Pelanggan orang Australia sendiri, orang Cina dan orang Asia lainnya pun mulai sering terlihat mampir di sini. Salero Kito juga melayani pesanan antar dan catering untuk mahasiswa dan keluarga.
Di bulan puasa Ramadhan tahun 2011, Salero Kito menyajikan cuma-cuma cendol gratis untuk berbuka puasa dari 17.30-18.30 (2011) --semoga juga tahun 2013 ini ada cendol gratis... Ezra dan Fara, tunggu kedatanganku...
 |
Ezra Toddy |
MEMULAI BISNIS KULINER
Belum sempat pulang untuk menikmati masakan asli Padang di tanah air, maka saat merasakan lezatnya masakan ini di negeri orang, jadi tergelitik pingin ngobrol-ngobrol dengan pemiliknya, anak muda keturunan Padang-Sunda, 34 tahun. Semoga bisa menginspirasi...
Sebelum berbisnis sendiri, sarjana akuntansi yang melanjutkan studi master di bidang electronic-commerce di Deakin University-Melbourne ini bekerja di kota ini di lembaga pemerintah bidang asuransi kesehatan, perbankan, dana pensiun, dan investment banking. Merasa memiliki tabungan, dan setelah kelahiran puteri pertama (2009) pasangan suami-istri Ezra Toddy dan Faradina Wardani, ini justru yang mendorong mewujudkan mimpi memiliki bisnis sendiri di Australia. “Saya memang bermimpi punya bisnis sendiri di negara ini, apalagi setelah anak lahir kami berpikir untuk masa depan anak,” kata Ezra yang telah berstatus PR (Permanent Resident) di Melbourne. Ia yakin bisnis makanan ini memiliki peluang untuk dikembangkan di kota-kota besar lain di Australia, seperti di Sydney dan Brisbane, mengingat banyaknya warga Indonesia di sana.
Ia yang suka makan dan gemar memasak langsung saja memilih bergerak di bidang restoran. “Di Melbourne kan belum ada resto Padang yang otentik, ” ujarnya. Di Melbourne, target pasarnya sangat signifikan. Orang Indonesia yang memiliki ijin Permanent Residence (PR) ada sekira 36.000 orang, turis 30.000 setiap tahunnya. Belum lagi para pelajar Indonesia.
Januari 2010 ijin mendirikan restoran dilayangkan, dan baru Juni 2010 ijin diperoleh. “Untuk orang sini, proses ini termasuk lama,” kata Ezra yang semula berpartner dengan orang lain, namun di kemudian hari memantapkan usahanya dengan bertanggung-jawab sendiri dengan didukung keluarga. Ijin usaha diperoleh, antara lain berupa food safety supervision (pengawasan makanan) untuk mendapatkan food permit (ijin usaha makanan).
Ezra mempersiapkan resto dengan konsep warung --makanan diolah dan disajikan di hot food display. Ia berguru dengan koki ahli masakan Sumatera Barat ini di Jakarta. Dan sang chef guru ini pun langsung didatangkan ke Melbourne mendidik beberapa koki yang direkrut Salero Kito. Dalam menjalankan bisnis ini, Ezra (chef) dibantu seorang chef assistant, kitchen assistant, dan beberapa karyawan lagi. Aneka bumbu utama dipasok dari Indonesia.
Akhirnya, 21 Agustus 2010, resto berdiri. Dengan mengambil alih ijin restoran Yunani di lokasi itu, peruntukan diubah menjadi rumah makan Padang. Tampak depan resto bercat putih berkusen merah, interior yang simple minimalis, dilengkapi plang nama resto bergambar rumah Gadang yang tipikal Padang, membuatnya sangat mudah dikenali.
Tidak mencari keuntungan saja, resto ini juga bekerjasama sosial dengan para mahasiswa Indonesia yang tinggal di sekitar. Dalam satu hari menjelang jam tutup resto, makanan yang tidak tahan lama dihabiskan dengan cara diberikan cuma-cuma kepada mereka, sehingga tidak ada yang mubazir.
Untuk turis
Indonesia yang jalan-jalan ke
Melbourne, dan ingin mencicipi otentiknya Salero Kito, sila hubungi telepon
+61 3 95723816. Email: salerokito@gmail.com.
Web:
www.salerokito.com.au. ♦
From: Album: Melbourne 2011.