Wednesday, 11 September 2013

WISATA KULINER ANTIK, SUNGAI MAHAKAM, DAN OLEH-OLEH KALTIM




‘Toko Maju’ adalah warung kopi antik, sebut saja begitu. Kenapa saya sebut  'warung antik'? Sebab, plang nama ‘Toko Maju’ kuno yang saya kenal sejak masa kanak-kanak hingga remaja, tetap di pasang oleh pemiliknya. Toko ini sudah berpindah tempat beberapa kali dari mula berdirinya sekira tahun 1970an".     

Teks dan Foto: Rahmayanti Helmi Yanuariadi (Samarinda).

Teh Susu dan Roti Bakar.
Membuat Roti Telur di atas api arang.



Membuat Roti Bakar. 



Teko penyeduh teh.
Warung ini menjadi tujuan di urutan pertama kalau pulang ke Samarinda, ibukota Kalimantan Timur.  “Di Samarinda masih ada  warung kopi jaman dulu, lho,” begitu kata seorang kerabat bercerita ketika nginap di rumah kami di Yokohama. Padahal saya sudah beberapa kali pulang kampung, tapi tidak ada yang mengingatkan kalau warung antik ini masih ada dan layak dikunjungi. Saya langsung tertarik, karena memang menggemari tempat-tempat yang kuno dengan situasi jaman dulu. Bagi saya, ada keindahan seni tersendiri jika mengamati hal-hal yang mengandung unsur 'baheula'. 
Pagi-pagi, tepat pada jam biologis sarapan pagi, sekira jam 7, melangkahlah ke jalan Panglima Batur.  Tujuan pertama; Toko Maju. Di jalan raya satu arah ini, warung antik ini ada di sisi kanan jalan deretan toko-toko elektronik setelah toko elektronik Perkasa.  Saat toko-toko masih rapat-rapat menutup pintunya, jam 6 pagi enci dan engkoh toko Maju  sudah rapi menunggu tamu-tamunya yang ingin menyeruput kopi tubruk racikan mereka sendiri, teh susu,  roti bakar selai Sarikaya buatan sendiri, roti telur, dan telur ayam kampung setengah matang, atau ingin menikmati coto Makasar, dan soto Banjar. Hmmm... cita rasa asli, pokoknya.

Segera saja, teh susu asli Samarinda saya pesan untuk mengingat kembali rasa asli teh tarik di masa kanak-kanak dulu. “Benar, ini rasanya sama dengan rasa yang dulu,” pekikku kegirangan, cita rasa yang sudah lama saya cari-cari, baru ketemu lagi sekarang. Konon, teh susu ini adalah suguhan minuman berkelas tinggi pada jaman dulu, yang biasanya disajikan untuk tamu istimewa, tamu penting, atau tamu terhormat yang datang ke rumah kita.

Cara membuatnya: masukkan bubuk daun teh (loose leaf yang potongan daunnya kecil-kecil) ke dalam kain penyaring, lalu diseduh dengan air panas rebusan baru, diamkan/rendam 3-4 menit, lalu tuang ke cangkir; terakhir tambahkan susu kental manis yang banyak. Rasanya (harus) manis –kalau menginginkan rasa yang original.


                  Sambil menunggu roti telur, dan roti bakar selai Sarikaya dibuat dengan menggunakan bara api arang, tidak mau buang kesempatan kamera segera mengabadikan proses memasak di depan kita, dan memotret beberapa perabotan dan peralatan antik yang masih digunakan.
Warung ini sengaja masih menggunakan barang peralatan memasak jaman dulu, furniturenya juga model lama. Meja kayu biasa yang cat permukaan mejanya terkelupas sedikit-sedikit, rak gelas, tempat pencucian piring, panci jerang air, teko pembuat kopi teh, rak roti, lemari kaca penyimpan kue pie kacang, rak rokok, semua model kuno.

             
Mereka yang kangen rasa original kuliner masa kecil.
            Satu porsi roti telur dengan pilihan selai nanas atau sarikaya, cukup membuat kenyang untuk sarapan pagi.
Untung tidak datang ke sini sendiri, sebab pasti tidak bisa menghabiskan sendirian. Saya datang bertiga bersaudara (kakak yang memang tinggal di Samarinda, dan adik dari Medan yang berlibur ke sini)  memesan semua kuliner kenangan ini.
Coto Makasar belum lagi diicipi. Yang jelas, siangnya kembali lagi ke sini untuk makan siang Coto Makasar yang kendati bukan asli dari Samarinda, namun menu coto ini sangat diminati di sini. Tidak ada masalah kalau bolak-balik ke sini, karena ke sana-kemari di kota Samarinda ini tidak memakan waktu karena jarak dari satu tempat ke tempat lain tidak berjauhan.


Meracik Coto Makassar.
Coto Makassar.


Pia Kacang Hijau.
 Menu ‘Toko Maju’: 
Coto Makassar       --18
 Kopi/Teh               -- 14 
Roti Telur              -- 10
Roti Bakar            -- 10
Pia Kacang Hijau --   3   

*harga ini sebelum ada kenaikan beberapa bahan pangan di Indonesia di pertengahan 2013
Daftar Menu Toko Maju.
Tungku masak dan arang.
Es Buah.



Menyeduh kopi dan teh racikan 'Toko Maju'
Susu kental manis.

.                                                                                 ****


                                                CARI OLEH-OLEH KHAS KALTIM 


Pasar Seni Citra Niaga 
Belum selesai jalan-jalan kita di jalan Panglima Batur ini, Anda akan menemukan toko-toko elektronik dan aneka toko emas. Tidak jauh dari sini, kita menuju Pasar Seni Citra Niaga di jalan Citra Niaga. Pasar Seni ini menjual beragam cinderamata Kalimantan Timur, antara lain kerajinan khas Dayak Kalimantan Timur, aneka batuan permata khas Kalimantan, batu warna-warni bergaya Dayak (batu asli dan imitasi), batu-batu alam asli, tas manik Dayak, tas anyaman rotan, sarung Samarinda, tameng, pedang mandau untuk hiasan dinding, dan hiasan terbuat dari kayu. Harga-harganya mahal-mahal ga ya? Jangan kuatir, harga-harganya terjangkau, dan bisa juga ditawar.


Aneka batuan untuk perhiasan, kotak tisu terbuat dari dari manik motif Dayak.

Bulu Burung Enggang.

"Harga bisa ditawar, ibu..., ini taplak meja terbuat dari manik bermotif Dayak."

Tameng ukiran Dayak, terbuat dari kayu.


Pakaian Dayak, Motif Dayak Kenyah.

Ukiran kayu motif  Kaltim--untuk bermain congklak.


Di dekat warung antik ini, ada pilihan melihat pasar tradisional Pasar Pagi yang sangat padat dan macet kendaraan. Di pasar ini tempatnya kalau ingin berbelanja ikan asin Senangin (ikan laut), atau telur ikan Biawan  (telur ikan sungai) yang diasinkan (seperti telur ikan yang ukurannya lebih besar di Sumatera yang disebut terubuk). 

           Dari sini, kita menyusuri pinggir sungai Mahakam. Sungai Mahakam yang melewati kota Samarinda ini sebenarnya punya daya tarik. Sayangnya, kenapa ya tidak dibuat menarik sebagai tempat jalan-jalan, berteduh, seraya tetap mengetengahkan keberadaan sungai ini, tanpa mengeksploatasi alam pinggir sungai ini menjadi tertutup, sehingga memberi kesempatan angin bertiup. Kebersihan tentunya menjadi yang hal terpenting juga. 
Kalau boleh mengadopsi pemandangan  pinggir laut yang pernah saya jumpai di suatu kota (misalnya di Yokosuka, Yokohama, dan kota lain lagi saya lupa namanya, di Jepang), pinggir laut/sungai itu dibuatkan jalan setapak terbuat dari kayu, dan beton. 
Kalau boleh mengharap, mimpinya sih di sepanjang pinggir sungai Mahakam itu kita bisa menikmati pemandangan dengan berjalan kaki, yang di sore hari bisa merasakan sepoi anginnya, dan juga bisa menjadi wahana untuk jogging. 
         Suka juga kan, kalau di kota masa kecil saya ini ada sisi yang bersih dan indah yang bagus untuk dipotret. Kita bisa mengabadikan pemandangan senja hari yang merah, yang dari kejauhan tampak jembatan Mahakam yang menghubungkan Samarinda Pusat dan Samarinda Seberang. Saya yakin, sudut ambil foto Anda pasti akan sangat menarik. ©

No comments:

Post a Comment

HARI-HARI

  HARI-HARI 1 Tidak ada yang muluk, karena tidak perlu muluk. Muluk cuma sebatas angan? Ah, ya engga juga, ia bisa jadi kenyataan. Tapi ya g...