Tuesday, 31 December 2013

Melbourne to Yokohama




         Cepat matanya menyapu permukaan daun jendela kaca yang menghadap bangunan-bangunan menjulang di hadapannya.. Lantas, bergegas ia ke dapur. Dibukanya pintu-pintu lemari dapur, masih adakah tersisa 100-200 gram tepung terigu? Dibukanya kulkas, ada tersisa dua butir telur stok terakhir belanja kemarin, dan hanya ada 200 ml susu dalam galon susu. Diambilnya wadah cembung untuk mengaduk adonan. Lalu, diaduknya pelahan hingga halus dan pas kekentalannya, dan sebentar kemudian, meluncurlah seentong dua entong adonan pancake ke pan yang sudah dipanaskan. 

Alhamdulillah, cukup untuk mengenyangkan hari ini, katanya dalam hati.


        Duduk ia di tepi meja berkaki rendah menghadap ke jendela tadi.  Dinikmatinya dua lembar pancake tebal dan secangkir hangat teh yang daun-daun tehnya merekah berbentuk bunga jika terendam air panas. Matanya menatap pemandangan ke jalanan agak jauh di depan sana. Matahari musim panas yang tak seberapa terik, dan angin yang bertiup lembut terlihat dari gerakan bendera di ujung bangunan toko di sebelah sana... 

"Bismillaahirrohmaanirrohiim --aku hadapi 2014 dan seterusnya optimis", "Ya Allah, doaku sungguh kehadapanMu, ya Rabb".

Pikirannya melayang ke ayah bundanya di negeri lain yang selalu mendoakannya.***


Yokohama to Melbourne. 1 Jan 2014.4.06



Thursday, 26 December 2013

Mimpimu, Anak-anakku...


MIMPIMU,ANAK-ANAKKU
1.
Mungkin kamu sudah tahu, anakku,
Bahwa kita mesti punya cita-cita.
Itu mesti kamu impikan sejak dini,
Untuk kamu cari dan nyatakan dalam perjalanan hidupmu.
Bunda ga bisa bicara ini langsung ke depan mu,
Tapi hanya melalui tulisan ini
Karena kita ga selalu satu daratan.

Mungkin anak-anakku sudah tahu,
Punya lah mimpi setinggi langit.
Semoga cita-cita mu tercapai.
Pasti juga dengan berdoa kepada yang Menciptakan kita.

Mimpi itu bisa apa saja, yang pernah ada dalam hayalanmu.
Bangku sekolah bisa membuat hayalanmu itu jadi kenyataan.
Dari situ engkau mengumpulkan bahan-bahan yang bisa membangun resep mimpimu itu.
Kamu perlu punya mimpi nak, lalu belajar, usaha, dan doa...
Percaya diri nak, mimpi itu anugrah Allah SWTyang Ia berikan kepada otak manusia. Kamu pasti bisa.
がんばって 
bunda


#Emi
Delta, San Juan-Puerto Rico-->Atlanta, USA
10.15 am, 23 Dec 2013

2.
Kalau Bunda boleh berharap, anak-anakku...
Kamu menjadi seseorang yang bisa membanggakan dirimu sendiri,  ayah dan bunda, keluargamu kelak,
Dan tanah air Indonesia.
Sudah banyak yang bisa dan telah dilihat di luar sana; banyak contoh, inspirasi, jadikan itu jalan menapak maju ke arah tujuan.
Mimpi, angan-angan, belajar, kerja, upaya, dan doa, bisa membawa mu mewujudkannya menjadi kenyataan. 
Jika saja bunda mengharap, aku ingin memiliki anak-anak yang mengharumkan nama kalian.
Maka, siapa-siapa yang dekat denganmu, dari mana kamu berasal, akan mencium harummu. 
Dan yang paling pertama mencium wangimu, adalah bunda, bukan karena bun egois,
Tapi, karena sebagian tali pusarmu ada di dalam diriku, nak.

Spirit ini mesti disampaikan, karena waktu terus berjalan.
Kebebasan memilih yang kamu miliki, nak, adalah keluwesan yang orangtuamu berikan. Buatlah menjadi sesuatu yang membanggakan. 
Dan aku tak pernah berhenti bersyukur Atas karuniaMu, Ya Rabbi.
bunda

#Bunda #Emi 25 Dec 2013. 16.04/ 6.04JST 26 Dec 2013.
#Delta #Hartsfield_Jackson_Atlanta_Intl_Airport  #USA --> #Narita #Japan.

3.
Cita-cita itu yang menghidupkan jiwa
Yang membuatmu punya arti, terpenting untuk dirimu sendiri.

4. 
Kalau engkau lihat-lihat lagi halaman pesan-pesan bunda
Di berbagai lembar elektronik.
Betapa aku  berusaha membuat mu mengerti kehidupan ini dari jauh,
Sebatas kata-kata untukmu,  anak-anakku.

Kurasa ini bisa terpatri dalam benak,
Sebab tak ada cara lain.
Serasa bunda ingin engkau berdua tahu, bagaimana ayah bunda sehari-hari 
Menyayangimu dari jauh...

Kominato-cho, Yokohama, 28 Dec 2013. 03.10.

Mimpimu, Anak-anakku...



Sunday, 15 December 2013

Trees

Trees are from God, Allah SWT. 
They bring us into the life. 
Save and utilize them wisely,  avoid destructive measures.
 Don't make any irresponsible behavior on them.


Saturday, 30 November 2013

SUJUDku

Ya Rabbi...
Jika saja aku bisa menumpahkan semua di sini
Kutumpahkan...
Tapi ku tahu Engkau tahu semua isi hatiku..

Sujudku tersungkur kuhaturkan kepadaMu,  Ya Rabb...

Anakku...
Sudahkah kau ceritakan semuanya kepada Sang Maha Memiliki kita
Apa saja yang kau rasakan, apa yang ingin kau capai
Apa yang kau sanggup, apa yang kau ingin sanggupi.

Semua adalah KuasaNya atas kita
Sudahkah kau lebih melekatkan dirimu kepada Dia
Lekat-lekat...peluki Dia
Sujudmu kehadapanNya akan membahagiakanmu.

Ya  Rahmaan Ya Rahiim,
Engkau Maha Lemah-Lembut (Al -Lathiifu),
Maha Membukakan (Al-Fattaahu),
Maha Pengampun (Al-Ghaffaaru),
Maha Mulia (Al-Aziizu),
Maha Perkasa (Al-Jabbaaru),
Maha Mengabulkan (Al-Mujiibu),
Maha Dibutuhkan (Ash-Shamadu).

Engkau Maha Menentukan, 
Maha  Mendahulukan, Maha Mengakhirkan segala sesuatu,
Maha semua yang kita tak sanggup...
Sujudku tersungkur  kepadaMu,  Ya Rabb...
***

RHY
Kominato-cho, Yokohama, 1 Dec 2013. 11.16 am.

Photo:RHY. Location: Sankein Garden Yokohama in Autumn season, 30 Nov 2013.

Sunday, 24 November 2013

IBU




Saat ini pelupuk mata ku melihat sebingkai gambar...
Ibu mengenakan busana putih yang panjang dan berkain lembut, sedikit menyapu lantai.
Mengenakan kerudung putih,  menatap ke jendela luas yang tegak, bersih, dan bening.
Aku merasa melihat ibu dari belakang, tak terlalu jauh dari aku..

Al Fatihah... 


Anak-anakku, 
Hanya doa anak-anak sholeh dan sholihah
Yang menemani bunda kelak di sana...
Sujudku kepadaMu ya Rabb...

***

Minatomirai -Yokohama, 25 November 2013. 12.56 pm.

Tuesday, 19 November 2013

E M B U N




                                             Hidup itu seperti mampir minum...

                             Mengisinya dengan kesenangan, 

Pun tak bisa menghindar jika terisi dengan kesedihan dan bencana.

Kendati mampir hanya sekejap...
Mesti mengisinya dengan amal kebaikan dan ibadah kepadaNya.
Jangan lupa bawalah oleh-oleh yang paling bagus untuk Dia yang telah mentakdirkan kita mampir.



Bunyi gemericik air dari kincir air yang berputar itu,
Mengingatkan bahwa hidup itu berulang...
Perputaran roda yang memberi arti pada kehidupan.
Seperti juga daun Momiji (Japanese Maple) yang memerah tembaga...
Atau daun Ichou (Ginko Biloba) yang menguning..
.
Siklus yang lantas memperbarui kehidupannya, 
Di sepanjang usia yang semakin menua...

Saat mana tetes air hujan yang membasahi dedaunan itu 
harus menetes jatuh ke tanah... 
Saat itu juga daun terbelai usapan air yang membasahi dirinya, 

Segar..
Tapi pada saatnya nanti lembaran-lembaran itupun luruh.

Seperti bulir embun yang menempeli ujung daun.

Sesaat ia menambah keindahan daun itu..
Mengusapkan dinginnya embun bening itu ke bidang dedaunannya.
Tapi semua berlalu manakala hangat matahari menampakkan dirinya..

Seperti itu, banyak lukisan kehidupan sesungguhnya mengajarkan, mengingatkan,
Hidup itu hanya mampir.
..
Berilah arti bagi kehidupan itu.






Rahmayanti Helmi YanuariadiYokohama, 19 November 2013
Photos: Rahmayanti HY
Photos Location: Ukai Toriyama-Takaosanguchi. (15 November 2013).

Wednesday, 6 November 2013

"Merindu Sakura, Merindumu"

Published on Youtube http://youtu.be/Q1gnY6D9014   
This Video was taken in Honmoku Park, Yokohama, 22 March 2013.
Theme song: Pure Blue.

Puisi ini kukirim untuk sahabatku Nita Tjindarbumi, pemrakarsa Sastra Heroik –Musikalisasi Puisi-Musik Anak Jalanan.
9 November 2013, di Surabaya.





MERINDU SAKURA MERINDUMU

Oleh: Rahmayanti Helmi Yanuariadi (Yokohama, 2012)

Foto: Rahmayanti (Kudanshita,Tokyo)


Musim semi sudah hadir sejak bulan kemarin.

Tapi dingin masih saja menyusup.

April minggu pertama, kuncup sakura yang semula tertutup rapat-rapat 

karena dingin yang sangat,

mulai terbuka pelan-pelan disapa matahari.


Ini, saat mana banyak mata mengintip dari balik kamera.

Menyimpan keindahan pink lembut Sakura yang tak pernah membosankan.

Kendati, "Sama aja dengan foto yang dibidik tahun lalu, dan tahun-tahun lalu"

Keindahan 'mutlak'nya memang yang menjadi alasan. Subhanallah...


Minggu ketiga April ini kelopak-kelopak kuntum sakura,

mulai berterbangan luruh.

Diikuti daun hijau keluar dari tunasnya.

...Sebentar lagi kau kembali membuana...

Rasanya rindu itu teman setia di sela hari-hari.

Rindu yang seindah kuntum-kuntum lima kelopak... ***





Kuntum-kuntum Sakura mulai berterbangan luruh...
Foto-foto: Rahmayanti (Honmoku,Yokohama)
Yokohama, Kominato, 20 April 2012.

Wednesday, 11 September 2013

WISATA KULINER ANTIK, SUNGAI MAHAKAM, DAN OLEH-OLEH KALTIM




‘Toko Maju’ adalah warung kopi antik, sebut saja begitu. Kenapa saya sebut  'warung antik'? Sebab, plang nama ‘Toko Maju’ kuno yang saya kenal sejak masa kanak-kanak hingga remaja, tetap di pasang oleh pemiliknya. Toko ini sudah berpindah tempat beberapa kali dari mula berdirinya sekira tahun 1970an".     

Teks dan Foto: Rahmayanti Helmi Yanuariadi (Samarinda).

Teh Susu dan Roti Bakar.
Membuat Roti Telur di atas api arang.



Membuat Roti Bakar. 



Teko penyeduh teh.
Warung ini menjadi tujuan di urutan pertama kalau pulang ke Samarinda, ibukota Kalimantan Timur.  “Di Samarinda masih ada  warung kopi jaman dulu, lho,” begitu kata seorang kerabat bercerita ketika nginap di rumah kami di Yokohama. Padahal saya sudah beberapa kali pulang kampung, tapi tidak ada yang mengingatkan kalau warung antik ini masih ada dan layak dikunjungi. Saya langsung tertarik, karena memang menggemari tempat-tempat yang kuno dengan situasi jaman dulu. Bagi saya, ada keindahan seni tersendiri jika mengamati hal-hal yang mengandung unsur 'baheula'. 
Pagi-pagi, tepat pada jam biologis sarapan pagi, sekira jam 7, melangkahlah ke jalan Panglima Batur.  Tujuan pertama; Toko Maju. Di jalan raya satu arah ini, warung antik ini ada di sisi kanan jalan deretan toko-toko elektronik setelah toko elektronik Perkasa.  Saat toko-toko masih rapat-rapat menutup pintunya, jam 6 pagi enci dan engkoh toko Maju  sudah rapi menunggu tamu-tamunya yang ingin menyeruput kopi tubruk racikan mereka sendiri, teh susu,  roti bakar selai Sarikaya buatan sendiri, roti telur, dan telur ayam kampung setengah matang, atau ingin menikmati coto Makasar, dan soto Banjar. Hmmm... cita rasa asli, pokoknya.

Segera saja, teh susu asli Samarinda saya pesan untuk mengingat kembali rasa asli teh tarik di masa kanak-kanak dulu. “Benar, ini rasanya sama dengan rasa yang dulu,” pekikku kegirangan, cita rasa yang sudah lama saya cari-cari, baru ketemu lagi sekarang. Konon, teh susu ini adalah suguhan minuman berkelas tinggi pada jaman dulu, yang biasanya disajikan untuk tamu istimewa, tamu penting, atau tamu terhormat yang datang ke rumah kita.

Cara membuatnya: masukkan bubuk daun teh (loose leaf yang potongan daunnya kecil-kecil) ke dalam kain penyaring, lalu diseduh dengan air panas rebusan baru, diamkan/rendam 3-4 menit, lalu tuang ke cangkir; terakhir tambahkan susu kental manis yang banyak. Rasanya (harus) manis –kalau menginginkan rasa yang original.


                  Sambil menunggu roti telur, dan roti bakar selai Sarikaya dibuat dengan menggunakan bara api arang, tidak mau buang kesempatan kamera segera mengabadikan proses memasak di depan kita, dan memotret beberapa perabotan dan peralatan antik yang masih digunakan.
Warung ini sengaja masih menggunakan barang peralatan memasak jaman dulu, furniturenya juga model lama. Meja kayu biasa yang cat permukaan mejanya terkelupas sedikit-sedikit, rak gelas, tempat pencucian piring, panci jerang air, teko pembuat kopi teh, rak roti, lemari kaca penyimpan kue pie kacang, rak rokok, semua model kuno.

             
Mereka yang kangen rasa original kuliner masa kecil.
            Satu porsi roti telur dengan pilihan selai nanas atau sarikaya, cukup membuat kenyang untuk sarapan pagi.
Untung tidak datang ke sini sendiri, sebab pasti tidak bisa menghabiskan sendirian. Saya datang bertiga bersaudara (kakak yang memang tinggal di Samarinda, dan adik dari Medan yang berlibur ke sini)  memesan semua kuliner kenangan ini.
Coto Makasar belum lagi diicipi. Yang jelas, siangnya kembali lagi ke sini untuk makan siang Coto Makasar yang kendati bukan asli dari Samarinda, namun menu coto ini sangat diminati di sini. Tidak ada masalah kalau bolak-balik ke sini, karena ke sana-kemari di kota Samarinda ini tidak memakan waktu karena jarak dari satu tempat ke tempat lain tidak berjauhan.


Meracik Coto Makassar.
Coto Makassar.


Pia Kacang Hijau.
 Menu ‘Toko Maju’: 
Coto Makassar       --18
 Kopi/Teh               -- 14 
Roti Telur              -- 10
Roti Bakar            -- 10
Pia Kacang Hijau --   3   

*harga ini sebelum ada kenaikan beberapa bahan pangan di Indonesia di pertengahan 2013
Daftar Menu Toko Maju.
Tungku masak dan arang.
Es Buah.



Menyeduh kopi dan teh racikan 'Toko Maju'
Susu kental manis.

.                                                                                 ****


                                                CARI OLEH-OLEH KHAS KALTIM 


Pasar Seni Citra Niaga 
Belum selesai jalan-jalan kita di jalan Panglima Batur ini, Anda akan menemukan toko-toko elektronik dan aneka toko emas. Tidak jauh dari sini, kita menuju Pasar Seni Citra Niaga di jalan Citra Niaga. Pasar Seni ini menjual beragam cinderamata Kalimantan Timur, antara lain kerajinan khas Dayak Kalimantan Timur, aneka batuan permata khas Kalimantan, batu warna-warni bergaya Dayak (batu asli dan imitasi), batu-batu alam asli, tas manik Dayak, tas anyaman rotan, sarung Samarinda, tameng, pedang mandau untuk hiasan dinding, dan hiasan terbuat dari kayu. Harga-harganya mahal-mahal ga ya? Jangan kuatir, harga-harganya terjangkau, dan bisa juga ditawar.


Aneka batuan untuk perhiasan, kotak tisu terbuat dari dari manik motif Dayak.

Bulu Burung Enggang.

"Harga bisa ditawar, ibu..., ini taplak meja terbuat dari manik bermotif Dayak."

Tameng ukiran Dayak, terbuat dari kayu.


Pakaian Dayak, Motif Dayak Kenyah.

Ukiran kayu motif  Kaltim--untuk bermain congklak.


Di dekat warung antik ini, ada pilihan melihat pasar tradisional Pasar Pagi yang sangat padat dan macet kendaraan. Di pasar ini tempatnya kalau ingin berbelanja ikan asin Senangin (ikan laut), atau telur ikan Biawan  (telur ikan sungai) yang diasinkan (seperti telur ikan yang ukurannya lebih besar di Sumatera yang disebut terubuk). 

           Dari sini, kita menyusuri pinggir sungai Mahakam. Sungai Mahakam yang melewati kota Samarinda ini sebenarnya punya daya tarik. Sayangnya, kenapa ya tidak dibuat menarik sebagai tempat jalan-jalan, berteduh, seraya tetap mengetengahkan keberadaan sungai ini, tanpa mengeksploatasi alam pinggir sungai ini menjadi tertutup, sehingga memberi kesempatan angin bertiup. Kebersihan tentunya menjadi yang hal terpenting juga. 
Kalau boleh mengadopsi pemandangan  pinggir laut yang pernah saya jumpai di suatu kota (misalnya di Yokosuka, Yokohama, dan kota lain lagi saya lupa namanya, di Jepang), pinggir laut/sungai itu dibuatkan jalan setapak terbuat dari kayu, dan beton. 
Kalau boleh mengharap, mimpinya sih di sepanjang pinggir sungai Mahakam itu kita bisa menikmati pemandangan dengan berjalan kaki, yang di sore hari bisa merasakan sepoi anginnya, dan juga bisa menjadi wahana untuk jogging. 
         Suka juga kan, kalau di kota masa kecil saya ini ada sisi yang bersih dan indah yang bagus untuk dipotret. Kita bisa mengabadikan pemandangan senja hari yang merah, yang dari kejauhan tampak jembatan Mahakam yang menghubungkan Samarinda Pusat dan Samarinda Seberang. Saya yakin, sudut ambil foto Anda pasti akan sangat menarik. ©

Tuesday, 10 September 2013

SERIBU SATU IDE DARI ALAM

Bangle, creation from the nature.

       Setiap desain perhiasan karya Runi Palar berisi cerita alam di dalamnya. Keuletan dan kesahajaannya membuat usaha perhiasannya tetap eksis.


Text dan Foto: Rahmayanti Yanuariadi (Tokyo dan Bali).

         Cerita tentang kesuksesan Runa Jewelry sudah sering dilontarkan. Kali ini ingin tahu, apa dan bagaimana di balik bentuk perhiasannya yang indah, unik dan lain daripada yang lain. Rupanya bagi Runi Palar, lingkungan alam adalah sesuatu kemewahan yang menjadi inspirasi bernilai kala disematkan pada sebuah desain perhiasan perak dan emas. Air, sawah, kayu,   daun yang jatuh, ranting berserak, pagar, batu, laut, kerang, rumput, dan semak-belukar adalah obyek alam yang menginspirasi bentuk-bentuk perhiasannya yang mewah.
           Semangat berkarya ia peroleh dari alam sekitarnya, hingga tak pernah lelah mengabdikan jiwanya pada karya-karyanya. Sama dengan fansnya di Jepang yang tak pernah bosan menanti karya-karya high class nya setiap kali ia datang.
        Dari berbagai kesempatan saya melihat banyak karya perhiasan di mancanegara, dari gaya klasik, aristokrat, modern, kontemporer, futuristic,  hingga art yang bernuansa Bali dan Jawa,  karya desain Runi sangat terasa berbeda. Sophisticated elegant,  dan  eclectic!
                                      ***
Runi with the fans  in Modern Bali Fair in Isetan-Sagamihara, 2010
           Mengenal Runi Palar dari dekat, justru ketika kami jumpa beberapa kali dalam beberapa tahun ini di Tokyo dan beberapa kota di Jepang. Dan yang paling hangat sekali berjumpa dengan ibu yang super energik ini di departement store berkelas Isetan di Urawa, dan departement store Takashimaya di Tachikawa, keduanya berada di dekat kota metropolitan Tokyo. Sudah sembilan tahun karya perhiasannya mendapat tempat di hati orang-orang Jepang; tak heran jika dua tahun belakangan ini Isetan mengajaknya menggelar Modern Bali Fair yang membawa banyak perajin Indonesia ke berbagai kota seperti di Sagamihara dan Urawa tahun lalu, dan tahun ini di Urawa dan Tachikawa. “Saya membawa bendera Indonesia. Dan mereka mengapresiasi saya sebagai orang Indonesia.”
Beberapa departement store kelas atas lainnya akrab dengannya, sebut saja Mitsukoshi di Nihonbashi, Ebisu, Tokyo, Isetan di Kyoto,Sagamihara, Urawa, Shinjuku, Matsudo Chiba, Tachikawa, Fujisaki Sendai, dan Daimaru. Namanya juga dikenal di kapal cruise  Asuka II yang penumpangnya adalah kalangan turis kaya Jepang. Februari 2010 ia diundang untuk menggelar eksibisi di kapal cruise  dengan rute Singapura ke Darwin, Australia.  “Di kapal Asuka II saya dipanggil Runi sensei,” cerita Runi, karena mereka tahu dirinya seorang jewelry designer. Ia menggelar perhiasannya dengan brand high class “Runa”, dan juga koleksi batik eksklusifnya. Pendeknya, setiap tahun kedatangan Runi ditunggu di Jepang.
 Nah, liburan saya ke Bali kali ini sengaja ingin melihat dari dekat keseharian Runi mengelola bisnisnya.
Main house in  traditional Balinese and modern style.
        Tidak ada shocking looking  ketika melihat kediaman Runi Palar di Ubud, Bali. Terlihat dari kejauhan warna natural yang sama dengan sekelilingnya. Memasuki gang kecil di Lodtunduh, ke arah Runa House of Design & Museum.  Segera disambut oleh pepohonan bamboo, pohon kamboja (plumeria) yang langsing semampai berdaun jarang yang usianya sudah tua. Lumbung padi, padepokan di teras rumah melengkapi nuansa rumah di desa. Menapaki tangga yang ditaburi kuntum-kuntum kamboja di anak tangganya, menuju pintu utama berukuran besar berukir khas Bali berwarna emas yg didesain khusus untuk rumah ini. Tangan Adriaan Palar sendiri, sang suami, yang mendesain ukiran pintu, langit-langit rumah di bangunan utama. Ada beberapa bel sapi yang besar yang diperoleh pada tahun 1970 an tergantung di teras belakang menghadap ke sehampar luas sawah milik masyarkat desa. Ini membawa saya merasakan hawa hangat dan sepoi angin yang berembus dari arah hamparan sawah.
Runi Palar and paddy filed surroundings.

         Pantaslah alam di sekeliling sangat memberikan inspirasi bentukan-bentukan perhiasan yang dibuat Runi. Kecintaannya pada bumi diwujudkan dengan selalu menyapa bumi dengan menuang segelas air ke tanah, membasahi bumi setiap pagi, sebagai tanda berterimakasih atas bumi ciptaan Tuhan tempatnya berpijak dan berkarya. 
                                              ***


Batu-batu permata dalam desain


Jewelry with the idea of Plumeria Flower.


Gold jewelry --roots shaped with Opal.


Got the inspiration from the nature.
         Pagi itu, alunan musik jazz instrument lamat-lamat terdengar dari ruang tengah rumah bernuansa tradisional modern. Runi yang mengenakan kain Bali dengan atasan berpotongan ringan duduk di teras belakang menghadap sawah. Di meja kayu solid berserak aneka batuan yang akan di mix-match sesuai desain yang sedang di-sktesa di atas kertas putih.  Tangannya bebas mencoret desain berbentuk benda-benda yang ditemukan di halamannya. Anda tahu bentukan-bentukan material alam tak ada yang sama, bukan? Ini yang membuat rancangannya seribu satu ide. “Environment itu kemewahan, dan saya menikmati sebagai bagian dalam kerjaan,” kata Runi.
            Di usia ke 65 (2011) semangatnya tetap membara menjalani bisnis perhiasan. “Saya diberi kebebasan ruang untuk mendesain oleh suami.”  Suasana kerja yang nyaman sangat mendukung memancing mood membuat rancangan bros, giwang, anting, gelang, kalung, dan cincin.  Sejak awal mereka memilih lokasi Bali.
         Tanah ladang kosong seluas 2700 m2 yang diperoleh tahun 1999 selesai dibangun menjadi rumah bergaya Bali modern tahun 2001. Terdiri dari bangunan utama, guest room, kolam renang, dan museum. Inilah ruang kerja Runi. Ia tinggal pilih mau duduk di mana saja –di teras belakang menghadap sawah, di gazebo di halaman yang berbatasan dengan sawah, atau ruangan di dalam rumahnya; ide-ide brilliant desain bermunculan.
          Desain garapan Runi terasa luwes,  menurut Prof. Dr. Sudjoko Danoesoebrata, dosen ITB seni rupa, seperti Runi menari –pekerjaan yang digeluti Runi bertahun sebelum menekuni bidang perhiasan ini.

Collection of antique sketches  in Runa Museum.
          Rumah tinggal, lingkungan sekitar, desain, hasil produk, dan pemasarannya  menjadi satu kesatuan. Suami Runi,  Adriaan Palaar sengaja punya ide melengkapi rumah ini dengan galeri perhiasan, tepatnya ia menyebutnya dengan museum perhiasan Runa Jewelry. Di museum yang berdiri pada 29 Desember 2001 tepat pada ulangtahun usaha Runa Jewelry ke 25, disimpan dan dipamerkan koleksi perhiasan, sekaligus juga sebagai showroom. “Selama 25 tahun Runi berkutat di perhiasan, maka pantas jika karya-karyanya diabadikan dalam sebuah museum,” kata Adriaan, pelukis yang menggemari musik jazz dan klasik. 
           Keberadaan guest house yang kendati tidak khusus dikomersialkan, menjadi fasilitas yang berkaitan dengan pemasaran. Jika ada tamu menginap, suguhan pemandangan sawah, suasana rumah sudah menjadi suatu obyek menarik, ditambah lagi bisa melihat-lihat koleksi perhiasan Runi Palar di museum ini.
           Runi menggeluti pekerjaan dengan hati, cinta, dan niat terus menciptakan lapangan pekerjaan. Tenaga kerja yang tersebar di Bali, Jogja, Bandung mendukung dengan kerja penuh dedikasi menghasilkan karya-karya ultima.
Runi and the museum.



           Bengkel para silvercraftsman tak jauh dari sini. Ibu gesit ini selalu berpesan kepada para karyawannya agar tidak cepat tumbang. “Kita saling membutuhkan. Kalau ada desain baru, pantang mengatakan itu susah dikerjakan. Untuk bisa mengerjakan, maka mata, hati, pikiran, dan tangan harus menyatu. Kalau tidak, barang itu tidak ada jiwanya.”  Jika ada pesanan banyak sekali, Runi mengerahkan grup tenaga yang cepat  kerja di Bali dan di Yogyakarta. Quality control sangat penting, agar tidak rejected. Jadi, kerja keras.  Seperti saat memenuhi stok barang penjualan di tv shop channel di Tokyo (2007), harus menyelesaikan 2000 pieces buatan handmade dalam waktu tujuh minggu. Karena nama Runa Jewelry sudah dikenal di Jepang, proses deal dengan televisi itu tidak memakan waktu lama, termasuk pihak Jepang melihat langsung prosesnya ke Bali.  
           
Dari Runi untuk sahabat
          Setiap hari dari rumahnya di Ubud, Runi menggerakkan brand “Runi Palar” dan menghubungi dunia. Dunia pun datang ke sana. Tak jarang berbagai tamu mancanegara menikmati semalam dua malam menginap di guest house yang berada di halaman di seberang rumah utama. Makanan rumah yang lezat, benar-benar khas Indonesia (masakan Bali, dan masakan Jawa senantiasa menghiasi meja makannya di kala  pagi, siang, atau malam). Pokoknya komplit! Suasana Bali, kuliner rumah, dan perhiasan ultima!
A customer in Runi's gallery in Ubud.

          Dulu ketika baru menikah dengan Adriaan Palar 1967, ia terbiasa menjamu para tamu yang bertandang ke rumahnya di Bandung, hingga 1978 sebelum pindah ke Bali.  Masa itu Runi berkecimpung di dunia fashion. Ia memiliki butik busana yang menyediakan dress maker, florist, dan perhiasan. Kliennya sekira 500 keluarga orang asing yang kala itu banyak berada di Bandung –mereka yang berkaitan dengan perusahaan industri pesawat terbang Nurtanio, General Electric, Goethe (Jerman), komunitas tekstil, sekolah Jepang, orang-orang Perancis. “Semua senang. Sebab, di rumah ada butik sekalian dengan penjahit bajunya,  galeri perhiasan, florist,  bisa ngopi-ngopi, bisa ngintip tempat kerja (workshop),” cerita Runi yang akhirnya memilih lebih menekuni perhiasan di kemudian harinya.
          Ia mampu bergerak di lingkup internasional  meski bekerja sendiri. “Di Jepang, meski saya seorang diri membawa bendera Indonesia, saya jalani.”
          Runi menjalankan bisnis seperti menyenangi hobinya. Dengan talenta seni yang piawai, Runi memikat penggemar perhiasannya. secara personal. “Mereka membeli perhiasan saya tidak hanya perhiasan saja, tapi mereka juga mendapatkan konsultasi dalam penampilan secara keseluruhan; bagaimana pantasnya bros atau kalung bagus disematkan dan dikenakan bersama scarf, topi, atau busana,” jelas Runi yang selalu berdandan fashionably. Tak heran jika pendekatan personal ini disenangi perempuan-perempuan Jepang. Apa yang dikenakan Runi selalu menjadi contoh, ia seperti manekin yang bergerak.
          Customer Jepang mengenali desain Runa yang bernuansa nature. “Saya senang menggelar eksibisi di Jepang, karena mereka membeli dengan bertanya ini apa itu apa. Pembeli tertua berusia 97 tahun –menantunya adalah teman karib saya.  Bagaimana saya engga dress-up, ibu 97 tahun ini saja masih suka kalung dan earing besar.”  Dari situ Runi lebih lagi mendapat proses belajar. “Sangat menginspirasi, pokoknya unik,” kata penggemar parfum Diorissimo dan Miss Dior ini. Runi menggabungkan pemasaran, networking, dan  persahabatan. Ia mudah akrab dengan siapa saja.
            Melihat ke belakang ke perjalanan hidupnya, kemampuan Runi ini diturunkan dari sang ayah. Anak pasangan Raden Soepasdi Tjokrosoeroso dan R. Nganten Soemiati Soenandar ini belajar di sekolah kejuruan Sekolah Teknologi Menengah Atas (STMA) di Yogjakarta, yang sekarang bernama  Sekolah Menengah Teknologi Indonesia SMTI, kemudian melanjutkan ke Akademi Tekstil Bandung (sekarang Institut Teknologi Tekstil-ITT) selama 2 tahun, dan kemudian menikah. Pendidikan itu yang mendasari pemahaman teknis apa yang ia geluti sekarang.
          “Buatlah apa yang bisa dikerjakan,” begitu Runi menirukan kalimat suaminya. Kendati sang ayah yang seorang perajin perak sejati yang membawa nama bangsa ke dunia tak pernah meminta Runi untuk meneruskan usaha peraknya, namun Runi seperti sudah tahu bahwa pada kerajinan perhiasan inilah dia bisa berkarya. Ayahnya, Raden Soepasdi Tjokrosoeroso, adalah master craft man pemilik brand silver ware TS, orang pertama Indonesia yang berpameran seni di luar negeri 1938-1939. Saat itu sang ayah mengikuti pameran seni kerajinan perak Indonesia khusus Yogjakarta, ke San Fransico selama 14 bulan, naik kapal 40 hari. “Ini tidak pernah disebut-sebut karena masih di jaman penjajahan Belanda sebelum merdeka. Saya kaget ketika melihat karya TS ada di Troppen museum, Belanda.”
          Ketika ayahnya tahu Runi ternyata juga terjun di perak, ia hanya berkata “Oo, senang juga tho di perhiasan. Wah apik kuwi, Runi ne.. (Wah itu, bagus), syukur-syukur….,” Runi mengingat kalimat ayahnya. Padahal sang ayah tidak pernah mengajari anak-anaknya. Runi anak keempat dari delapan saudara.
          Dari seorang guru yang memiliki workshop, Runi berkesempatan praktek kerja di London 10 hari (1982). Belajar tentang perhiasan juga sampai ke Skotlandia, kunjungan ke perusahaan di Italia. Menjadi tamu di perusahaan dengan 1300 pekerja Uno AErre Italia, hingga ke perusahaan yang cuma memiliki tiga orang karyawan. Ia juga ke Jepang belajar teknik zogan. “Mereka tahu tentang Runa Jewelry,”  jelas Runi tentang perusahaan yang ia kunjungi.

         Selain di museum shop di Ubud, Sogo Nusa Dua, dan Grand Hyatt Bali, galeri Runa Jewelry juga ada di Grand Indonesia Jakarta.●
  
Smoky Quarts on the image of sand surface.

*Senang bisa mengikuti dan melihat keseharian Runi Palar dan suaminya, Adriaan Palar, beberapa hari di bulan Juli 2010, di Lodtunduh, Ubud, Bali.

HARI-HARI

  HARI-HARI 1 Tidak ada yang muluk, karena tidak perlu muluk. Muluk cuma sebatas angan? Ah, ya engga juga, ia bisa jadi kenyataan. Tapi ya g...