 |
Bangle, creation from the nature. |
Setiap desain perhiasan karya Runi Palar berisi cerita alam di dalamnya. Keuletan dan kesahajaannya membuat usaha perhiasannya tetap eksis.
Text
dan Foto: Rahmayanti Yanuariadi (Tokyo dan Bali).
Cerita tentang kesuksesan Runa
Jewelry sudah sering dilontarkan. Kali ini ingin tahu, apa dan bagaimana di
balik bentuk perhiasannya yang indah, unik dan lain daripada yang lain. Rupanya
bagi Runi Palar, lingkungan alam adalah sesuatu kemewahan yang menjadi inspirasi
bernilai kala disematkan pada sebuah desain perhiasan perak dan emas. Air,
sawah, kayu, daun yang jatuh, ranting
berserak, pagar, batu, laut, kerang, rumput, dan semak-belukar adalah obyek
alam yang menginspirasi bentuk-bentuk perhiasannya yang mewah.
Semangat berkarya ia peroleh dari
alam sekitarnya, hingga tak pernah lelah mengabdikan jiwanya pada karya-karyanya.
Sama dengan fansnya di Jepang yang tak pernah bosan menanti karya-karya high
class nya setiap kali ia datang.
Dari berbagai kesempatan saya melihat
banyak karya perhiasan di mancanegara, dari gaya
klasik, aristokrat, modern, kontemporer, futuristic, hingga art yang bernuansa Bali
dan Jawa, karya desain Runi sangat
terasa berbeda. Sophisticated elegant, dan eclectic!
***
 |
Runi with the fans in Modern Bali Fair in Isetan-Sagamihara, 2010 |
Mengenal Runi Palar dari dekat,
justru ketika kami jumpa beberapa kali dalam beberapa tahun ini di Tokyo dan beberapa kota
di Jepang. Dan yang paling hangat sekali berjumpa dengan ibu yang super energik
ini di departement store berkelas Isetan di Urawa, dan departement store
Takashimaya di Tachikawa, keduanya berada di dekat kota
metropolitan Tokyo.
Sudah sembilan tahun karya perhiasannya mendapat tempat di hati orang-orang
Jepang; tak heran jika dua tahun belakangan ini Isetan mengajaknya menggelar
Modern Bali Fair yang membawa banyak perajin Indonesia ke berbagai kota seperti
di Sagamihara dan Urawa tahun lalu, dan tahun ini di Urawa dan Tachikawa. “Saya
membawa bendera Indonesia.
Dan mereka mengapresiasi saya sebagai orang Indonesia.”
Beberapa departement
store kelas atas lainnya akrab dengannya, sebut saja Mitsukoshi di Nihonbashi,
Ebisu, Tokyo, Isetan di Kyoto,Sagamihara, Urawa, Shinjuku, Matsudo Chiba,
Tachikawa, Fujisaki Sendai, dan Daimaru. Namanya juga dikenal di kapal cruise Asuka II yang penumpangnya adalah kalangan
turis kaya Jepang. Februari 2010 ia diundang untuk menggelar eksibisi di kapal
cruise dengan rute Singapura ke Darwin, Australia.
“Di kapal Asuka II saya dipanggil Runi
sensei,” cerita Runi, karena mereka tahu dirinya seorang jewelry designer. Ia menggelar perhiasannya dengan brand high class
“Runa”, dan juga koleksi batik eksklusifnya. Pendeknya, setiap tahun kedatangan
Runi ditunggu di Jepang.
Nah, liburan saya ke Bali
kali ini sengaja ingin melihat dari dekat keseharian Runi mengelola bisnisnya.
 |
Main house in traditional Balinese and modern style. |
Tidak ada shocking looking ketika
melihat kediaman Runi Palar di Ubud, Bali. Terlihat
dari kejauhan warna natural yang sama dengan sekelilingnya. Memasuki gang kecil
di Lodtunduh, ke arah Runa House of Design & Museum. Segera disambut oleh pepohonan bamboo, pohon
kamboja (plumeria) yang langsing
semampai berdaun jarang yang usianya sudah tua. Lumbung padi, padepokan di
teras rumah melengkapi nuansa rumah di desa. Menapaki tangga yang ditaburi
kuntum-kuntum kamboja di anak tangganya, menuju pintu utama berukuran besar berukir
khas Bali berwarna emas yg didesain khusus
untuk rumah ini. Tangan Adriaan Palar sendiri, sang suami, yang mendesain
ukiran pintu, langit-langit rumah di bangunan utama. Ada beberapa bel sapi yang besar yang
diperoleh pada tahun 1970 an tergantung di teras belakang menghadap ke sehampar
luas sawah milik masyarkat desa. Ini membawa saya merasakan hawa hangat dan
sepoi angin yang berembus dari arah hamparan sawah.
 |
Runi Palar and paddy filed surroundings. |
Pantaslah alam di sekeliling sangat
memberikan inspirasi bentukan-bentukan perhiasan yang dibuat Runi. Kecintaannya
pada bumi diwujudkan dengan selalu menyapa bumi dengan menuang segelas air ke tanah,
membasahi bumi setiap pagi, sebagai tanda berterimakasih atas bumi ciptaan
Tuhan tempatnya berpijak dan berkarya.
***
Batu-batu
permata dalam desain
 |
Jewelry with the idea of Plumeria Flower. |
 |
Gold jewelry --roots shaped with Opal. |
 |
Got the inspiration from the nature. |
Pagi itu, alunan musik jazz
instrument lamat-lamat terdengar dari ruang tengah rumah bernuansa tradisional
modern. Runi yang mengenakan kain Bali dengan
atasan berpotongan ringan duduk di teras belakang menghadap sawah. Di meja kayu
solid berserak aneka batuan yang akan di mix-match
sesuai desain yang sedang di-sktesa di atas kertas putih. Tangannya bebas mencoret desain berbentuk
benda-benda yang ditemukan di halamannya. Anda tahu bentukan-bentukan material
alam tak ada yang sama, bukan? Ini yang membuat rancangannya seribu satu ide. “Environment itu kemewahan, dan saya
menikmati sebagai bagian dalam kerjaan,” kata Runi.
Di usia ke 65 (2011) semangatnya
tetap membara menjalani bisnis perhiasan. “Saya diberi kebebasan ruang untuk
mendesain oleh suami.” Suasana kerja
yang nyaman sangat mendukung memancing mood
membuat rancangan bros, giwang, anting, gelang, kalung, dan cincin. Sejak awal mereka memilih lokasi Bali.
Tanah ladang kosong seluas 2700
m2 yang diperoleh tahun 1999 selesai dibangun menjadi rumah bergaya Bali modern
tahun 2001. Terdiri dari bangunan utama, guest
room, kolam renang, dan museum. Inilah ruang kerja Runi. Ia tinggal pilih
mau duduk di mana saja –di teras belakang menghadap sawah, di gazebo di halaman
yang berbatasan dengan sawah, atau ruangan di dalam rumahnya; ide-ide brilliant
desain bermunculan.
Desain garapan Runi terasa
luwes, menurut Prof. Dr. Sudjoko
Danoesoebrata, dosen ITB seni rupa, seperti Runi menari –pekerjaan yang
digeluti Runi bertahun sebelum menekuni bidang perhiasan ini.
 |
Collection of antique sketches in Runa Museum. |
Rumah tinggal, lingkungan sekitar, desain,
hasil produk, dan pemasarannya menjadi
satu kesatuan. Suami Runi, Adriaan
Palaar sengaja punya ide melengkapi rumah ini dengan galeri perhiasan, tepatnya
ia menyebutnya dengan museum perhiasan Runa Jewelry. Di museum yang berdiri
pada 29 Desember 2001 tepat pada ulangtahun usaha Runa Jewelry ke 25, disimpan
dan dipamerkan koleksi perhiasan, sekaligus juga sebagai showroom. “Selama 25 tahun Runi berkutat di perhiasan,
maka pantas jika karya-karyanya diabadikan dalam sebuah museum,” kata Adriaan,
pelukis yang menggemari musik jazz dan klasik.
Keberadaan guest house yang kendati tidak khusus dikomersialkan, menjadi
fasilitas yang berkaitan dengan pemasaran. Jika ada tamu menginap, suguhan pemandangan
sawah, suasana rumah sudah menjadi suatu obyek menarik, ditambah lagi bisa
melihat-lihat koleksi perhiasan Runi Palar di museum ini.
Runi menggeluti pekerjaan
dengan hati, cinta, dan niat terus menciptakan lapangan pekerjaan. Tenaga kerja
yang tersebar di Bali, Jogja, Bandung
mendukung dengan kerja penuh dedikasi menghasilkan karya-karya ultima.
 |
Runi and the museum. |
Bengkel para silvercraftsman tak jauh dari sini. Ibu gesit ini selalu berpesan
kepada para karyawannya agar tidak cepat tumbang. “Kita saling membutuhkan. Kalau
ada desain baru, pantang mengatakan itu susah dikerjakan. Untuk bisa
mengerjakan, maka mata, hati, pikiran, dan tangan harus menyatu. Kalau tidak,
barang itu tidak ada jiwanya.” Jika ada
pesanan banyak sekali, Runi mengerahkan grup tenaga yang cepat kerja di Bali dan di Yogyakarta.
Quality control sangat penting, agar tidak rejected. Jadi, kerja keras. Seperti saat memenuhi stok barang penjualan di
tv shop channel di Tokyo (2007), harus menyelesaikan 2000 pieces buatan
handmade dalam waktu tujuh minggu. Karena nama Runa Jewelry sudah dikenal di
Jepang, proses deal dengan televisi itu tidak memakan waktu lama, termasuk
pihak Jepang melihat langsung prosesnya ke Bali.
Dari Runi untuk sahabat
Setiap hari dari rumahnya di Ubud,
Runi menggerakkan brand “Runi Palar” dan menghubungi dunia. Dunia pun datang ke
sana. Tak
jarang berbagai tamu mancanegara menikmati semalam dua malam menginap di guest house yang berada di halaman di
seberang rumah utama. Makanan rumah yang lezat, benar-benar khas Indonesia (masakan Bali,
dan masakan Jawa senantiasa menghiasi meja makannya di kala pagi, siang, atau malam). Pokoknya komplit! Suasana
Bali, kuliner rumah, dan perhiasan ultima!
 |
A customer in Runi's gallery in Ubud. |
Dulu ketika baru menikah
dengan Adriaan Palar 1967, ia terbiasa menjamu para tamu yang bertandang ke
rumahnya di Bandung, hingga 1978 sebelum pindah
ke Bali.
Masa itu Runi berkecimpung di dunia fashion. Ia memiliki butik busana
yang menyediakan dress maker, florist, dan perhiasan. Kliennya sekira
500 keluarga orang asing yang kala itu banyak berada di Bandung –mereka yang
berkaitan dengan perusahaan industri pesawat terbang Nurtanio, General
Electric, Goethe (Jerman), komunitas tekstil, sekolah Jepang, orang-orang
Perancis. “Semua senang. Sebab, di rumah ada butik sekalian dengan penjahit
bajunya, galeri perhiasan, florist,
bisa ngopi-ngopi, bisa ngintip tempat kerja (workshop),” cerita Runi yang akhirnya memilih lebih menekuni
perhiasan di kemudian harinya.
Ia mampu bergerak di lingkup
internasional meski bekerja sendiri. “Di
Jepang, meski saya seorang diri membawa bendera Indonesia, saya jalani.”
Runi menjalankan bisnis seperti
menyenangi hobinya. Dengan talenta seni yang piawai, Runi memikat penggemar
perhiasannya. secara personal. “Mereka membeli perhiasan saya tidak hanya perhiasan
saja, tapi mereka juga mendapatkan konsultasi dalam penampilan secara
keseluruhan; bagaimana pantasnya bros atau kalung bagus disematkan dan
dikenakan bersama scarf, topi, atau busana,” jelas Runi yang selalu berdandan fashionably. Tak heran jika pendekatan
personal ini disenangi perempuan-perempuan Jepang. Apa yang dikenakan Runi
selalu menjadi contoh, ia seperti manekin yang bergerak.
Customer Jepang mengenali desain Runa yang
bernuansa nature. “Saya senang menggelar eksibisi di Jepang, karena mereka
membeli dengan bertanya ini apa itu apa. Pembeli tertua berusia 97 tahun
–menantunya adalah teman karib saya.
Bagaimana saya engga dress-up,
ibu 97 tahun ini saja masih suka kalung dan earing besar.” Dari situ Runi lebih lagi mendapat proses
belajar. “Sangat menginspirasi, pokoknya unik,” kata penggemar parfum
Diorissimo dan Miss Dior ini. Runi menggabungkan pemasaran, networking, dan persahabatan. Ia mudah akrab dengan siapa saja.
Melihat ke belakang ke perjalanan
hidupnya, kemampuan Runi ini diturunkan dari sang ayah. Anak pasangan Raden
Soepasdi Tjokrosoeroso dan R. Nganten Soemiati Soenandar ini belajar di sekolah
kejuruan Sekolah Teknologi Menengah Atas (STMA) di Yogjakarta, yang sekarang
bernama Sekolah Menengah Teknologi
Indonesia SMTI, kemudian melanjutkan ke Akademi Tekstil Bandung (sekarang
Institut Teknologi Tekstil-ITT)
selama 2 tahun, dan kemudian menikah. Pendidikan itu yang mendasari pemahaman
teknis apa yang ia geluti sekarang.
“Buatlah apa yang bisa dikerjakan,”
begitu Runi menirukan kalimat suaminya. Kendati sang ayah yang seorang perajin
perak sejati yang membawa nama bangsa ke dunia tak pernah meminta Runi untuk
meneruskan usaha peraknya, namun Runi seperti sudah tahu bahwa pada kerajinan
perhiasan inilah dia bisa berkarya. Ayahnya, Raden Soepasdi Tjokrosoeroso,
adalah master craft man pemilik brand silver ware TS, orang pertama Indonesia yang
berpameran seni di luar negeri 1938-1939. Saat itu sang ayah mengikuti pameran
seni kerajinan perak Indonesia
khusus Yogjakarta, ke San Fransico selama 14 bulan, naik kapal 40 hari. “Ini
tidak pernah disebut-sebut karena masih di jaman penjajahan Belanda sebelum
merdeka. Saya kaget ketika melihat karya TS ada di Troppen museum, Belanda.”
Ketika ayahnya tahu Runi ternyata
juga terjun di perak, ia hanya berkata “Oo, senang juga tho di perhiasan. Wah apik
kuwi, Runi ne.. (Wah itu, bagus), syukur-syukur….,” Runi mengingat kalimat
ayahnya. Padahal sang ayah tidak pernah mengajari anak-anaknya. Runi anak keempat
dari delapan saudara.
Dari seorang guru yang memiliki
workshop, Runi berkesempatan praktek kerja di London 10 hari (1982). Belajar tentang
perhiasan juga sampai ke Skotlandia, kunjungan ke perusahaan di Italia. Menjadi
tamu di perusahaan dengan 1300 pekerja Uno AErre Italia, hingga ke perusahaan
yang cuma memiliki tiga orang karyawan. Ia juga ke Jepang belajar teknik zogan.
“Mereka tahu tentang Runa Jewelry,”
jelas Runi tentang perusahaan yang ia kunjungi.
Selain di museum shop di Ubud, Sogo
Nusa Dua, dan Grand Hyatt Bali, galeri Runa Jewelry juga ada di Grand Indonesia
Jakarta.●
 |
Smoky Quarts on the image of sand surface. |
*Senang bisa mengikuti dan melihat keseharian Runi Palar dan suaminya, Adriaan Palar, beberapa hari di bulan Juli 2010,
di Lodtunduh, Ubud, Bali.