Saturday, 28 February 2015

Tanpa Kembang Api


Rahmayanti Helmi Yanuariadi.

Spektakuler, meriah, gegap-gempita!!  Itu kemeriahan malam pergantian tahun yang terbayang, ketika baru setahun menginjakkan kaki di Jepang. Ya, kami ingin melihat pesta kembang api di akhir tahun. Pagi-pagi di penghujung tahun  itu rencana disusun, antara lain melihat kemeriahan malam pergantian tahun di pinggir laut Odaiba, Tokyo. Ini juga jujur, merasa pasti, bakal ada kemeriahan di kawasan Odaiba.
Jika referensi melihat pesta kembang api di Jepang memang benar spektakuler, itu benar adanya. Kebetulan yang pertama kali dilihat di Jepang adalah pesta kembang api yang disebut hanabi pada setiap musim panas,  selalu berlangsung sangat spektakuler. Itulah gempita kembang api yang jauh sekali lebih hebat daripada yang ada di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, satu-satunya yang paling top di Indonesia, yang pernah saya lihat ketika masih di Indonesia.
Seperti halnya orang-orang yang baru melihat negara Jepang, kemungkinan besar banyak yang terkagum-kagum. Sayapun. Tentu saja, Jepang negara tetangga yang sedikit agak jauh, hanya tujuh jam terbang (agak lebih lama ketimbang naik mobil Jakarta-Yogyakarta yang bisa menghabiskan waktu 6 jam) itu, kita pahami sebagai negara yang apa-apanya serba lebih majulah. Ya, wajarlah kalau membayangkan seperti apa sih acara malam tahun baru di sini. Kali ini ingin melihat langsung, live! Buat pengetahuan, semua itu perlu dilihat.
Jadi serombongan kami sekeluarga dan ditambah tamu keluarga yang datang dari Indonesia berlibur ke Jepang, bersemangat untuk berjalan-jalan di akhir tahun, tepat 31 Desember 2008 itu. Cuaca musim dingin yang tidak bersahabat tidak lagi menjadi kendala, karena seperti tidak mau kehilangan momen malam itu. Hari itu beberapa tempat wisata kami jelajahi. Kami sekeluarga yang baru setahun menetap di Tokyo ini menjadi  tour guide bagi tamu yang datang menginap di rumah kami. Pantai Odaiba menjadi objek terakhir yang dikunjungi sekalian sampai tengah malam nanti.
            Selain pantai, di Odaiba juga ada beberapa departement store, dan patung Liberty tiruan seperti di New York, Amerika.  Hingga toko-toko tutup, kami tetap berada di sana menunggu tengah malam. Pokoknya, sok tahu aja, dan karena sengaja ingin tahu apa sih yang bakal terjadi malam itu, jadi memang tidak berinisiatif untuk bertanya. Kami jelajahi spot-spot yang biasa banyak orang berdiri-diri, karena biasanya ada “street performance” seperti pertunjukan musik atau permainan sulap.
            Lho, lama-lama kok tempat ini jadi sepi, sih. Ini orang-orang pada kemana? Kami tetap bergeming, bertahan di sana meski dingiiinnn sekali, karena ingin menunggu jam 24.00. Keadaan di sana gelap saja. Ada sedikit pencahayaan dari tiang-tiang lampu-lampu di pelataran luas yang menghadap ke laut.
            Terus saja menelusuri jalan-jalan setapak di sekitar situ, ke arah cahaya. Tapi benar-benar penasaran, masih berharap ada keajaiban cahaya yang tiba-tiba menyemburat memancar, atau bunyi petasan.
Pasti Anda bertanya-tanya, kenapa tidak bertanya saja, sih, sebelum datang ke sana. Ya, jawabnya, sebenarnya datang ke Odaiba itu sebagai warga baru di negara itu yang ingin mengenal lebih dekat negeri yang menjadi tempat tinggalnya sejak setahun itu, tepatnya ingin tahu seperti apa keramaian sehari menjelang tanggal 1 Januari 2009 itu.
(Kalau ingat-ingat kisah hari itu jadi geli sendiri). Sekarang resmi saya katakan (sambil tertawa lebar) TERNYATA tidak ada apa-apa, tidak ada kembang api spektakuler  di tengah malam pergantian hari itu. Dan cukup tergelak karena memang ada  kembang api atau petasan, tapi seuplik (sedikit saja) “Crap, crap..” dari kejauhan. Terus hening. Hahahaha…Mungkin itu dari pengunjung  seperti kami yang membawa kembang api untuk dinyalakan sendiri.
  Hanya, tepat jam 00.00 itu memang ada sedikit cercahan lampu lighting dari beberapa bangunan di situ untuk menandai lembar kalendar sudah berganti ke kalender baru. Dan kami tetap berjalan mencari-cari lagi siapa tahu ada kejutan lain, hingga kemudian menemukan  cahaya dari sekelompok meja yang ternyata menjual aneka barang dari program TV shopping seperti jam tangan, dan aksesori. Lumayan, ada juga hiburan yang bisa dilihat, ha ha ha…dan memang ada segelintir orang di sana, yang mungkin iseng jalan-jalan juga di Odaiba. Tapi, bahwa ada bazaar kecil di tengah malam itu juga sesuatu penemuan juga, kan.
Dengan pengalaman sok tahu ini jadi belajar, bahwa cara setiap bangsa, setiap budaya bangsa memberikan arti kepada tahun baru itu berbeda-beda. Saya tidak terlalu bercerita selengkapnya bagaimana bangsa Jepang menandai Tahun Baru itu sendiri. Melainkan hanya menceritakan yang saya lihat di sekitar saja.

Pengamatan tahun ke tahun
            Tahun-tahun berikutnya, seperti juga selama ini, tak ada acara khusus bagi saya. Namun di Jepang sini, tiap tahun jika ada waktu dan kesempatan saya melihat sendiri dari dekat, tepatnya karena  “ingin tahu” kultural Jepang soal tahun baru ini. Ini bagian dari proyek “pengamatan” langsung, tak cuma tahu dari cerita, atau baca-baca di internet, atau dari televisi.
Masih soal malam tahun baru itu, kebetulan di depan apartemen tempat tinggal saya ada restoran udon soba yang bergaya tradisional. Pada tanggal 31 Desember yang disebut omisoka itu, orang Jepang punya tradisi makan Soba (sejenis mie yang terbuat dari tepung soba), dinamai toshikoshi soba.  Nah, tepat di depan pintu resto, mereka sengaja memasang meja untuk menjual soba mentah untuk di bawa pulang, tanpa harus masuk ke restoran.
Lalu kenapa mereka tidak berpesta kembang-api seperti kebanyakan terjadi di kota-kota besar dunia? Selain mereka pergi ke rumah orangtua, menjelang tengah malam itu ternyata mereka pergi ke kuil Buddha, berderet menanti giliran memukul genta, disebut joya no kane. Ini tradisi memukul genta sebanyak 108 kali sebagai perlambang mengenyahkan108 macam nafsu jahat manusia. Dari rumah tidak terdengar suara genta itu, karena kuilnya agak jauh. Tapi  tepat pukul 00.00 itu dari rumah terdengar suara sirine kapal di pelabuhan, karena apartemen saya terletak persis di pinggir Yokohama Bay.
Saat menuliskan pengalaman ini adalah tahun 2015. Malam tahun baru di beberapa tahun sebelumnya,  saya tinggal di rumah saja atau sedang berada di Indonesia. Tapi tahun 2013 ke 2014 lalu kembali ingin tahu, ada keramaian apa di Yokohama menjelang tahun baru. Tanpa rencana matang, on the spot saja, sengaja mendatangi Yamashita koen (taman Yamashita) di bilangan Naka-ku, dekat sekali dengan rumah. Seperti yang dialami di Odaiba, di Yamashita koen inipun sama, gelap gulita juga, TERNYATA. Ha ha ha ha lagi.  Namun ada yang berbeda.
Kali ini terlihat cahaya dari lampu senter besar di tengah taman. Oo, ternyata ada sekelompok bapak dan ibu Jepang manula yang sedang bernyanyi diiringi keyboard. Mereka menyanyikan lagu-lagu, termasuk lagu kota Yokohama, ada juga lagu anak-anak yang diketahui orang pada umumnya, sehingga yang menonton mengelilingi mereka bisa ikut bernyanyi.
Sesaat kemudian sampai kepada pukul 00.00, tepat pergantian hari. Dan seperti yang sudah diceritakan tadi terdengar suara sirine kapal-kapal yang berlabuh. Karena saya berada di situ, suara terdengar keras sekali. Dan kali ini melihat sendiri dari kejauhan di pusat kota Yokohama yang tidak jauh dari taman itu, gedung-gedung pencakar langit Landmark, gedung-gedung di kawasan Minatomirai, serta jembatan besar Yokohama Bay Bridge memancarkan pencahayaan (illumination), yang hanya   dalam sekian detik terang benderang, dan indah. Setelah itu gelap kembali, dan kota tidur lagi. Setelah itu, saya pulang ke rumah. Tidak tahu lagi apa acara mereka setelah jam 24 itu.
 Nah, pergantian tahun 2014 ke 2015, saya ingin membuktikan cerita lain –kenapa negara Jepang ini dinamai Negeri Matahari Terbit. Sementara alasan, karena negara ini berada di sebelah timur jika dilihat dari negeri Cina. Di Cina, posisi negara Jepang itu seperti posisi di mana matahari muncul di pagi hari. Saat itu Kekaisaran Cina memanggil Jepang dengan “Nihon” atau “Nippon” yang artinya “asalnya matahari”. Alasan lain, penting bagi orang Jepang melihat matahari terbit yang pertama kali muncul di awal tahun, disebut hatsu hinode.
“Semua yang pertama penting bagi orang Jepang,” begitu kata seorang kawan Jepang, seperti misalnya hatsu yume, artinya mimpi/keinginan yang pertama atau first dream penting bagi orang di Jepang di awal tahun baru.
Pagi-pagi seusai sholat Subuh, sebelum matahari terbit, segera meluncur ke Osanbashi, hanya 15 menit jika bersepeda dari rumah, pelabuhan di dekat Yamashita koen tadi. Sesampai di sana belum banyak orang tiba di pelataran kayu pelabuhan di Teluk Yokohama itu. Namun lambat laun pelataran yang tertata dari kayu Brazil itu dipenuhi orang yang ingin melihat matahari terbit, hari itu matahari terbit diperkirakan jam 6.50. Nah, selang beberapa menit kemudian, dek pelabuhan itu benar-benar penuh orang, entah datang dari mana tadi mereka datang berduyun-duyun --perlu observasi lagi tahun depan. Mereka segera mencari tempat berjejer di pinggir pagar dek yang langsung berbatasan dengan air laut. Mereka memilih tempat itu untuk mudah mengambil foto matahari terbit yang bakal muncul di hadapannya.
Sayang hari itu mendung, sinar matahari yang terbit seolah muncul dari dalam ke permukaan laut di kejauhan sana, tertutup awan kelabu. Mereka tetap menanti, siapa tahu angin meniup awan mendung itu hingga menepi dan membiarkan sinar matahari memancar tajam tanpa dihalangi gumpalan tebal awan gelap. Tapi, menunggu dan menunggu awan tak kunjung beranjak dari tempatnya…
Ini serba ternyata. Ternyata perayaan tahun baru sesungguhnya bagi mereka adalah tanggal sejak1 Januari hingga 3 Januari. Kantor Pemerintah dan swasta  sudah libur sejak 29 Desember hingga 3 Januari. Tanggal 1 Januari disebut sebagai hari pertama (ganjitsu); perayaan tahun baru hingga tiga hari disebut sanganichi (tiga hari). Ternyata ada juga yang merayakan tahun baru hingga 20 hari sampai tanggal 20 Januari (hatsuka shogatsu), setelah 20 hari hiasan tahun baru sudah harus disimpan. Di wilayah Kansai (Osaka dan sekitarnya) tahun baru hingga 20 Januari itu disebut dengan honeshogatsu, saat mana ikan makanan pesta baru habis dimakan sampai ke tulang-tulangnya.***



Foto: Rahmayanti Helmi Yanuariadi  (Melihat matahari  terbit di Osanbashi, Yokohama).

Thursday, 26 February 2015

Tesselaar Tulip Festival



                   Ini bukan di Holland, tapi di Lilydale tak jauh dari pusat kota Melbourne.  

               Dari Southern Cross Station di Melbourne, mengendarai  kereta api menuju ke Lilydale, stasiun terdekat Taman Tulip Tesselaar, disambung dengan naik bis langsung ke tujuan. Hamparan warna-warni tulip yang memanjakan mata yang memandang. Ini adalah suguhan alam yang sempat terekam kamera, spesial di musim semi, 29 September 2014. Ini juga kenangan manis dari bumi yang banyak memberikan pesan hidup. 

                   
                     Perhatikan helai-helai kelopaknya, tidak ada yang sama. Sebagai penggambaran dari bahasa Tuhan Sang Pencipta, bahwa Dia menciptakan sesuatu yang baik dan yang buruk,bersamaan. Baik dan buruk itu tergantung kepada tangan kita yang merawatnya. Subhanallah.
     Di taman yang tak terlalu luas itu, tersaji miniatur suasana negeri kincir angin Belanda. Poffertjes panas bertabur gula halus langsung dari pinggan bakarnya dan segelas cafelate cukup mampu mengusir sepoi dingin angin musim semi.***


Mila and her mom, Rini.

Lovely Dhea, sholihah chan, my daughter.


Henny, my friend and Dhika, her son.


The team and I.










@RHY, Photo: RHY (Tesselaar)

Wednesday, 25 February 2015

tak bertepi


poem


1.
Ah, ini hanya coretan-coretan belaka
Yang bisa dipahami bisa juga tidak
Daripada bergunjing di media sosial
Syukur kalau yang dibaca bagus, atau menjadi maklum kalau yang dibaca jelek isinya.

Membaca media sosial itu kadang mengesalkan, kadang sih..
Apalagi kalau bernada negatif
Jadi cukup lima – sepuluh sentimeter scrolling down
Habis itu ditutup saja.        
                                             
Lebih baik kali ini renungkan apakah hidup cukup berarti
Bagi diri sendiri dan orang lain…
Sudah berbuat apa diri kita, sudah bikin apa kita?
Cukupkah atau belum cukupkah persiapan untuk bekal hari nanti?
Yokohama, 25 Februari 2015

2.
Tersayat.
Orang2 yang kucintai jauh dan dekat silih ganti.
Bagaimanapun semua itu cara Allah mengingatkan aku.
Untuk selalu berbuat baik.
Tidak ada yang tahu rencana Dia.
Yokohama, 6 Sept 2014


3.
Manusia itu sebenarnya
Dia sendiri yang memainkan perannya.
Bagus ia dapat bagus,
Sebaliknya juga.

Ya Allah, hanya Engkau 
yang menyembuhkan setiap sakit
Hingga sakit itu hilang sama sekali.
Engkau Sang Pemilik Hidup, Maha Pengampun, maafkan hamba, maafkan kami.
Melbourne, 18 Sept 2014.


4.
Warna-warna hidup

Merah bergejolak..
Kuning,
Jingga,
Biru semangat
Ungu
Pink
Hitam! Sontak!!
Semburat Tosca mencair...
Biru laut yang indah
Aqua marine yang menyejukkan
Krem plain pucat
Kuning yang shocking
So, so nature color
Hijau bersemi
Berbaur dengan cercah warna-warna bunga yang menyemangati..
…….
Yokohama, 25 Februari 2015


Photos: RHY (Tesselaar Tulip Garden, near Melbourne/29 Sept 2014).

Tuesday, 24 February 2015

Canoe Tour di Yanbaru Nature School


           
 Shimobukuro Yu-Ya sensei and I

      Pertama kali mencoba mendayung canoe, terbayang bagaimana asyiknya.  

By: Rahmayanti Helmi Yanuariadi
Photos: Emi, Yu-Ya.
             Belajarnya kilat saja, sensei Shimobukuro Yu-Ya dari Yanbaru Nature School cuma mengajari 10 menit, dan kami berenam sudah berani mendayung. Ini adalah pertunjukan alam yang dipadu dengan canoe sport. Yang kami lakukan tepatnya bukan sport itu sendiri, tapi bermain-main di alam dengan mendayung canoe yang berada di desa Higashi, utara Okinawa.
               Wisata alam canoe  di sungai "Gesashi Gawa" ini menjanjikan keasyikan mendayung sambil melihat hehijauan mangrove yang dilindungi sebagai national natural treasure di negeri Jepang. Bisa dirasakan sejuknya mata memandang pohon bakau terhampar seperti mengapung di permukaan air seluas 10 ha di Gesashi Bay --merupakan hamparan bakau terluas di Pulau Okinawa mulai dari hulu sungai hingga hilirnya ke laut.  
               Pagi pukul 9.00 1 Mei 2014 itu, mobil sewaan kami  melaju ke arah utara paling atas pulau Okinawa, arah yang berlawanan dari tempat kami menginap di Naha city ibukota Okinawa, sebelah selatan pulau Okinawa. Pulau tersendiri di negara Jepang ini beriklim tropis, tidak terlalu panas, dan dari selatang ke utara  hanya sekira tiga jam.  Di tengah jalan , sempatkan mampir di world heritageNakagusuku Castle Ruin untuk melihat reruntuhan Ryukyu kingdom (akan ditulis menyusul).   
               Hari sudah siang, 13.00, saat kami tiba di obyek kedua yang utama hari itu, Yanbaru Nature School.  Makan siang dulu di resto di sebelah sekolah Yanbaru itu. Menu tradisional setempat ikan dan tahu puas kami nikmati sebelum bermain canoe.
               Kendati cuaca hari itu tidak terlalu panas, kami tetap membaluri wajah dan kulit yang terpapar matahari dengan sun block, karena kami akan bermain canoe tiga jam. Pakaian yang simple agar tidak mengganggu gerak, topi pelindung matahari dan sunglasses.  
               Setelah diberi arahan, bersama Arie, suamiku, kami mendayung. Seru juga ya, uhui... aha! Karena semua pemula, sensei mengajak kami mendayung di sungai yang tak begitu dalam.Tentu saja untuk keamanan kami mengenakan vest pelampung. 
                 Satu boat berisi dua orang, dayung ke kanan dan kiri bergantian, orang yang di bagian belakang menjadi kemudi pengendali gerak. Untuk bergerak mundur, kayuh dayung menciduk air  ke depan.  Dan seterusnya..
             
 Oke, mulailah journey to the mangrove jungle. Siang itu air belum pasang, ketinggian air sungai satu meteran, semakin siang ke sore, air semakin naik (air pasang).  Wow, asyik ya, ternyata... Sambil mendayung, guru menjelaskan apa yang ditemui di sepanjang hutan bakau yang kami lalui. ...Ada tiga macam pohon bakau (dari jenis bakau sungai hingga bakau laut), ikan mud skipper, rumah kepiting bakau.  Antara lain guru juga mengajak melewati cabang sungai yang lebarnya kira-kira 5 meter yang kanan kirinya hutan bakau yang dahannya menjulur ke tengah sungai; yang jika berpapasan perahu dari arah berlawanan, kita mesti berhenti. 
           Untuk tidak mengganggu gerak kami, sensei Yu-ya sengaja membawa kamera untuk mengabadikan keceriaan grup ITTO dalam kegiatan day off nya: Arie, Emi, Dr. Ma, Kanako, Ramon, dan seorang kawan lagi. 
                 

Tiga jam rasanya cepat berakhir, wah, rasanya masih ingin berkeliling di sungai itu untuk mengetes kemahiran mendayung, hehehe...Tapi kita harus berhenti. 
Oishi so... (Nikmatnya hangat-hangat,..)
Kopi susu hangat dan roti goreng sudah menanti di ruang kantor sekolah, pas sekali dinikmati di udara sub tropis Okinawa --ini  merupakan service yang diberikan kepada para tamu setelah usai canoe. Ditambah lagi bonus sensei Yu-ya memetik gitar  tradisional Jepang "Shamisen" menghibur kami. Kesimpulan semuanya, seru!! Alhamdulillah, komplit sudah pertunjukan alam dan tradisi Jepang hari itu.***RHY
                          
Canoe full team
Arie and I
(Okinawa)
Info Yanbaru Nature School:



Melancong ke OBAMA CITY dan AMANO HASHIDATE


Obama City by night

Berkendara mobil keliling Jepang tantangannya beda dibandingkan naik shinkansen! Harus tahu arah, baca peta, baca huruf Kanji, dan mengerti wilayah. Ada keasyikan tersendiri.

Teks dan Foto: Rahmayanti Yanuariadi (Kontributor Harian Seputar Indonesia di Yokohama), November 2010.


 Dipilihlah tujuan Amano Hashidate, terobsesi seorang teman yang menceritakan indahnya tempat ini.  Amano Hashidate adalah satu dari tiga objek panorama tercantik di Jepang! Rencana rute perjalanan disusun. Paling menarik begitu tahu rute ke tempat ini bisa melewati kota Obama– kota yang tiba-tiba terkenal gara-gara Mr. Obama menjadi Presiden Amerika Serikat awal tahun 2009. Keinginan bermobil keliling Jepang semakin kuat, kendati di long weekend jalanan bisa macet sampai 10 km lebih…
            Rute dan obyek wisata dipilih: Yokohama (pagi) –Hikone Castle (siang, jalan-jalan) – Nagahama Castle (sore, stop sebentar)  - Obama City (petang, jalan-jalan malam, dan bermalam)–  Amanohashidate (pagi-sore jalan-jalan, dan bermalam) – Nara (pagi-sore jalan-jalan) – Nagoya (petang, bermalam, pagi-siang esoknya jalan-jalan) – kembali Yokohama (menjelang sore, malam tiba di Yokohama). Ini menghabiskan 3 malam 4 hari, 19-22 September 2010.
 Pagi jam 5.54, 19 September 2010 mobil bergerak dari Yokohama.  Navigator mobil (GPS --Global Positioning System) mengarahkan jalan  ke Shizuoka, arah puri Hikone (Shiga Prefecture) sejauh 378 km.  Membelah --tak terhitung lagi-- berapa terowongan bukit  sepanjang 600 m- 4 km, semua terbangun kokoh. Jejeran bukit menjadi batas wilayah antara Shiga prefecture dan Fukui prefecture.
Tiba di Hikone Castle (Shiga Prefecture) dan Nagahama Castle melewati pantai Nihondaira, Hamanako bay, Gifu Prefecture, dan Nagara river. Menyusuri pinggir bay, menembus bukit, bisa dibayangkan alamnya asri dengan hijau pepohonan pada akhir musim panas. Ingin segera sampai Obama sebelum senja, maka dari Nagahama segera melaju 70 km lagi (sekira 2 jam), dan bermalam.
Esok harinya, melesat lagi dari Obama city ke tujuan Amano Hashidate (Kyoto prefecture), 78 km. Melewati Miyazu city dan banyak tunnel yg membelah banyak bukit. Tiba di Amano Hashidate hari masih pagi, banyak waktu untuk jalan-jalan hingga petang.
Bermalam di Amanohashidate, dan esoknya kembali ke Yokohama memilih rute kota-kota penting. Kota budaya Nara, 159 km dari Amano Hashidate, segera ditembus sebelum tengah hari. Dari Nara ke kota bisnis  Nagoya (Aichi pref.)119 km dan bermalam. Esoknya 22 September pulang kembali ke Yokohama 327 km, dan tiba sekira jam 22.

Obama city
Teringat ketika tahun 2008 Mr. Barack Obama menjadi kandidat presiden Amerika Serikat, seorang teman mantan wartawan yang tengah menjalani  program research fellow di Kyoto University diminta sebuah majalah berita di tanah air untuk meliput Obama City yang terletak dekat KyotoAda apa sih di sana? “Ya, seperti kota di Jepang pada umumnya yang sudah berusia ratusan tahun. Nama kota kebetulan sama dengan nama Mr. Obama,” kata dia.  Kesamaan nama ini yang mengangkat kota Obama belakangan ini.  
Dalam kunjungan kerja tahun 2006, Senator Obama dalam wawancaranya dengan televisi Jepang menceritakan petugas imigrasi bandara Narita yang mengecek visanya mengira ia berasal dari kota Obama. Walikota Obama city Toshio Murakami ketika itu lantas mengirim souvenir satu set  lacquer chopsticks buatan kota Obama yang sangat terkenal, DVD tentang  kota, dan mengirim kartu ucapan sukses buatnya. Saat kampanye president AS, pedagang lokal segera mengambil peluang bisnis. Poster “Go Obama!”,  T-shirts “I Love Obama”, dan manju jajanan khas Jepang dengan cap wajah Senator Obama di permukaan kue itu dijual. Dan ketika pemilu presiden AS dimenangkan Mr. Obama tahun 2008, walikota Obama segera mengumumkan ke pers Jepang niatnya meletakkan patung Barack Obama di depan Balai Kota sebagai tanda berserajah akan keberadaan sebuah nama “Obama” bagi kotanya. Sang presiden menyampaikan salam dan rasa terimakasihnya kepada warga Obama dalam pidato “Asia Policy” nya di Suntory Hall-Tokyo,pada lawatan kepresidenan ke Jepang 14 November 2009. 
Toko souvenir "I Love Obama"
Jadi ingin tahu juga seperti apa sih Obama City pasca terpilihnya Mr. President Obama. Kami tiba di sini petang, untung masih bisa melihat pantai teluk Wakasa selagi terang. Namanya juga kota kecil, tak seberapa malam pertokoan di kota kecil berpenduduk 32.000 orang (data 2005) telah tutup. Lampu emperan toko-toko remang merah menyinari umbul-umbul “I love Obama”  dengan logo wajah Obama. Lambaian umbul-umbul itu hampir di setiap 100 meter di koridor pertokoan yang langsung berbatasan dengan jalan raya.
Beruntung, masih ada satu toko souvenir yang buka. Toko ini memajang gambar postur berdiri Presiden Obama, menjual aneka barang, T-shirts, pembatas buku bertuliskan Obama, atau bergambar logo wajah pak Presiden ini. “Kota ini menjadi sangat ramai sejak Mr. Obama menjadi Presiden. Sebelumnya, ya kota kecil biasa aja,” ujar kasir toko souvenir itu. Aneka souvenir ini dicari turis lokal maupun turis luar yang datang kemari.   
Kesunyian malam itu diramaikan oleh pesta rakyat (matsuri) di akhir musim panas yang digelar di sebelah komplek pertokoan. Pesta dan pasar rakyat ini tak seberapa besar seperti yang dijumpai di kota besar seperti Tokyo atau Yokohama
Matsuri (pesta rakyat) di Obama City
Sebenarnya dari Yokohama kami tidak berhasil membuat reservasi hotel di liburan long weekend. Telat sedikit membuat reservasi hotel, bakal tidak dapat penginapan. Semua hotel yang tertera di internet penuh. Benar juga, beberapa hotel yang dijumpai, apalagi di spot-spot  bagus di seberang bay, tak satu kamarpun tersisa. Atas saran resepsionis hotel itu, kami menyusuri jalan di  sekitar stasiun kereta api, dan menemukan business hotel di jalanan sebelah dalam. Syukurlah, kami beroleh sebuah kamar kecil untuk bertiga 19.000 yen (@ 6300 yen/orang).    
            Selain sensasi Mr. President Obama, orang datang ke kota yang menghadap  ke Wakasa Bay  ini untuk menikmati pemandangan pantai teluk nya yang merupakan Quasi National Park. Banyak hotel berjajar di sepanjang jalan utama menghadap ke pantai ini.
Terletak di Fukui Prefecture sebelah barat daya, di utara Kyoto. Percampuran air laut dingin dan hangat di Wakasa Bay ini memungkinkan ikan-ikan hidup subur. Di jaman Edo, Obama menjadi titik awal perdagangan ikan laut Mackerel (ikan bercorak garis) ke Kyoto.  Rupanya spot-spot untuk memancing ikan “Obama Fishing Port” menjadi obyek wisata, sekarang.   
 Menikmati Wakasa Bay petang hari
Fishing Port
            Kota seluas 232.85 km² ini agaknya ditakdirkan terkenal. Kalau dirunut kebelakang, Obama memang wilayah penting. Obama (bahasa Jepang) berarti “little shore”/pantai yang kecil, di jaman Ritsuryo adalah ibukota Propinsi Wakasa, yang menjadi titik masuknya kebudayaan kontinental.  Letaknya di teluk Wakasa - Japan Sea dilewati para pedagang dari Cina yang akan ke KyotoDalam sejarah Jepang, The Sea of Japan memegang peranan dalam jalur perdagangan sutera (silk road); nah, Obama adalah pelabuhan paling bagus dan terdekat dengan Kyoto (ibukota Jepang masa itu), dan dekat kota Nara yang juga pusat peradaban Jepang.  Jalur laut menuju ke benua  dan jalur darat masuk ke pusat Jepang, merapat dan  berakhir ke arah timur, yaitu di kota Obama ini yang merupakan pintu gerbang masuk ke Jepang.
 Rumah kuno dan modern di Obama.
Kota ini memiliki keterkaitan sejarah dan budaya yang mendalam dengan Cina dan Korean Peninsula; saat itu banyak barang diimpor dari Cina. Tak heran pengaruh kebudayaan Cina tampak pada bangunan dan rumah-rumah di Obama seperti di daerah Sancho-machi.
            Feature kota ini sangat mirip Nara (banyak kuil dan patung Budha).  bedanya Nara terletak di tengah pulau, sementara Obama menghadap ke laut, itu sebabnya Obama sering disebut “Nara by the sea”. Setelah PD II, tahun 1951 Obama ditata menjadi kota.
Jalan-jalan di kota pantai Obama ini terasa seperti membuka lembaran sejarah yang telah diedit dalam bentuk kini. 

Amano Hashidate
Potret Amano Hashidate diambil up side down.
 Ini tentang pemandangan indah hamparan 8000 black pine tumbuh di atas pasir putih sepanjang 3,6 km yang terentang di teluk di Japan Sea di bagian utara Kyoto Prefecture. Sepanjang itu  bisa dilalui berjalan kaki atau bersepeda.
 Melihat up side down--seperti jembatan menuju langit.
Sensasi yang ditawarkan cukup unik.  Dari ketinggian, cable car atau lift car empat menit menurunkan kita ke dataran bukit untuk melihat hamparan pinus.  Dari bukit Amano Hashidate View Land di ketinggian 130 meter di atas permukaan laut itu  kita melihat dengan cara menjungkalkan badan up side down and  through your legs, jadi kita melihat hamparan itu di antara kedua kaki yang berdiri. Akan terlihat penampang atas barisan pepohonan hijau itu seperti tubuh buaya raksasa yang hamparan pasir putihnya seperti kaki-kaki buaya yang seakan terbang menggapai langit (ini disebut Hiryukan).  Pemandangan spektakuler itu juga diimajinasikan sebagai jembatan ke langit (bridge to heaven), disebut dalam bahasa Jepang “Amano Hashidate”. Dipikir-pikir, cerdas  juga cara mempromosikan tempat ini dengan looking up side down.
Tempat-tempat minum kopi berjejer di sepanjang pinggir teluk yang menghadap ke dataran Amano Hashidate. Rasanya tak ingin cepat beranjak menikmati sepoinya angin, sambil melihat kesibukan kapal dan speed boat wira-wiri mengambil dan menurunkan penumpang. Sebelum gelap tentu saja tidak ingin melewatkan penjelajahan ke objek utama: yaitu bersepeda di sepanjang 3,6 km. Tidak jauh, cukup 12 menit mengayuh sepeda pelan-pelan menuju ke ujung yang lain. Tambah sedikit menitlah karena berhenti untuk memotret-motret; dan 12 menit lagi kembali ke ujung semula.
            Pemandian hot spring (Onsen/bahasa Jepang), salah satu yang menarik juga di sini. Tepat di sebelah stasiun kereta dijumpai Amano Hashidate Onsen-Chie no Yu.  Lumayan menghilangkan pegal-pegal otot, yang juga dipercaya untuk kesehatan kulit dan kecantikan karena mineral yang terkandung. Biasanya di hotel-hotel juga menyediakan free fasilitas onsen.
Bersepeda menyusuri 3,6 km hamparan Amano Hashidate.

Kami menginap di Hotel Amano Hashidate persis di depan stasiun kereta. Kamar ryokan (gaya Jepang) kami pilih daripada kamar bergaya internasional, biar sensasinya betul-betul Jepang. Jendela kamar  menghadap tepat ke pantai dan bisa memandang hamparan Amano Hashidate. Kamar ryokan biasanya lebih mahal, dihitung perkepala Yen 9800/malam. Satu kamar bisa untuk 3-5 orang, jadi cocok untuk yang membawa keluarga.
Sup kerang khas Amano Hashidate.
            Makanan? Nikmati sea foodnya. Kepiting, sup kerang yang disajikan dengan pernak-pernik makanan yang tersaji cantik…     

Catatan kaki:
Jalan-jalan berkendaraan mobil memang menarik. Rasanya ingin singgah di  semua kota yang dilalui. Tapi tidak mungkin, kan. Penting perencanaan matang agar  tidak buang waktu.
  • Tentukan kota tujuan dan obyek yang ingin dilihat. Selusuri informasi di internet dan catat dalam notes kecil.  
  • Catat nama kota-kota yang bakal dilewati, melalui jalan tol apa,  agar tidak salah jurusan. Karena nama kota di tulis dengan huruf kanji dan huruf Roma (di kota kecil sering tidak ada penjelasan huruf Roma), maka penting juga menghapal/mengetahui bentuk kanji kota yang ingin dituju. Tulislah di notes atau print dari internet bentuk kanji nama kota itu.
  • Siapkan handphone dengan baterai yang selalu terisi, siapkan charger handphone yang bisa dipasang di mobil, untuk mencari informasi kota, tempat, resto, hotel,  melalui internet di handphone/alat gadget elektronik  lainnya.
  • Cek http://www.tancan-fl.jp/access.html
  • http://www.tancan-fl.jp/cate_scenery.html

Reservasi hotel.
Lakukan reservasi hotel jauh hari untuk menghindari fully book, apalagi di musim liburan. Kalau nekat, bisa saja mencari hotel ketika sudah tiba di kota. Informasi wisata, hotel, dan makanan tersedia di stasiun kereta api.  “Jangan kuatir tidak mendapat hotel, banyak ditemui hotel-hotel bisnis (kamarnya kecil, tidak menyediakan fasilitas komplit), tapi tetap nyaman,” kata seorang kawan Jepang. Atau kalau tidak dapat hotel juga, sebenarnya tidak kuatir, asal mau ‘adventurir’ dan capek-capek sedikit –di luar kota banyak tempat peristirahatan. Istirahat di mobil di tempat parkir yang luas, dan free from charge. Di setiap 50-150km di jalan tol ada Service Are berlogo “SA” dengan fasilitas komplit --convenient store 24 jam, restoran, shopping area, snack booth, toilet, pom bensin, informasi, green space. Atau “PA” (parking area) yang lebih kecil di setiap 15-35 km. 

Japan Rail Pass
Ini alternatif jika tidak ingin bermobil. JR pass adalah cara paling murah untuk menggunakan kereta cepat shinkansen, train, bis yang berlogo JR ke seantero Jepang dalam jangka berapa hari/minggu yang dikehendaki. Hanya bisa dibeli di luar Jepang di kantor Japan Airlines, Japan Travel Bureau (JTB), agen travel tertentu di negara luar Jepang. Hanya berlaku bagi pemegang Visa Turis/temporary.■

*** 
(Travelling on September 2009).
(Published on Daily "Seputar Indonesia", Jakarta-Indonesia, November 2010)
(Tulisan ini dimuat di Harian Seputar Indonesia, November 2010)



HARI-HARI

  HARI-HARI 1 Tidak ada yang muluk, karena tidak perlu muluk. Muluk cuma sebatas angan? Ah, ya engga juga, ia bisa jadi kenyataan. Tapi ya g...