![]() |
Obi Jepang dan kain Batik |
Ibu tua itu mengenakan obi yang dari jauh aku tahu itu batik. Motifnya Garuda. Kudekati, memang betul batik. Batik Jogja (warna shogan --khas Jogja: dasar putih kekuningan (mungkin karena sudah tua, dengan gambar berwarna coklat). Aku yakin. Tapi dasar karena ingin berlatih Nihonggo (bahasa Jepang)—waktu itu aku baru saja memulai belajar bahasa Jepang, aku tanya juga ibu itu:
Emi: Sumimasen, kono obi wa batik desuka? (Ya iya lah. Memang batik, kataku dalam hati).
Dan ibu itu menjawab: "Haik, furui batik desu, Jawa no batik desu." (ya batik tua, batik Jawa).
Emi: Kore wa nagai selendang desuka? (Yang dipakai jadi obi ini selendang yang panjang ya?).
Ibu: Haik, nagai...(ya, panjang..).
Emi: Kore wa Kimono ka Yukata ka? (sambil menunjuk baju yang ia kenakan).
Dalam hati aku mengatakan itu kimono (lagi-lagi latihan Nihongo). Aku sudah tahu kalau itu kimono, sebab ada kerah putihnya yang menyembul dari dalam, dan obinya besar menempel di belakang --sudah pasti itu kimono, bukan yukata (pakaian sehari-hari/kasual perempuan Jepang untuk musim panas, yang biasa dikenakan kalau ada acara kultural biasa, antara lain matsuri (festival), hanabi (pesta kembang api di musim panas).
Emi: Indonesia e ikimashitaka? (Sudah pergi ke Indonesia ?...)
Ibu: Haik,...
Obrolan yang tidak sampai dua menit itu terhenti. Kereta jurusan Denenchofu-Shibuya sudah tiba. .. Arigatou gozaimashita ne...Aku harus segera masuk ke kereta untuk menuju ke sekolah bahasa Naganuma di Nanpedai-Shibuya.
Di kereta aku berpikir, menyayangkan, kenapa enggak nanya telepon ibu tua itu, biar bisa aku datangi...Batik yang dia pakai itu lho, aku pingin tahu bagaimana ia mendapatkan batik itu dulu... Mudah-mudahan bisa ketemu ibu itu lagi di stasiun kereta dekat rumahku...
Foto, teks: Rahmayanti Helmi Yanuariadi.#
No comments:
Post a Comment