Sunday, 23 June 2013

OBI BATIK di DENENCHOFU STA


 Obi Jepang dan kain Batik
       Sayang aku tidak bawa kamera. Suatu hari di penghujung Oktober 2008, tepatnya tanggal 30,  di stasiun kereta Denenchofu-Tokyo...

     Ibu tua itu mengenakan obi yang dari jauh aku tahu itu batik. Motifnya Garuda. Kudekati, memang betul batik. Batik Jogja (warna shogan --khas Jogja: dasar putih kekuningan (mungkin karena sudah tua, dengan gambar berwarna coklat). Aku yakin. Tapi dasar karena ingin berlatih Nihonggo (bahasa Jepang)—waktu itu aku baru saja memulai belajar bahasa Jepang, aku tanya juga ibu itu:


Emi: Sumimasen, kono obi wa batik desuka? (Ya iya lah. Memang batik, kataku dalam hati).

Dan ibu itu menjawab: "Haik, furui batik desu, Jawa no batik desu." (ya batik tua, batik Jawa).

Emi: Kore wa nagai selendang desuka? (Yang dipakai jadi obi ini selendang yang panjang ya?).
Ibu: Haik, nagai...(ya, panjang..).

Emi: Kore wa Kimono ka Yukata ka? (sambil menunjuk baju yang ia kenakan).
Dalam hati aku mengatakan itu kimono (lagi-lagi latihan Nihongo). Aku sudah tahu kalau itu kimono, sebab ada kerah putihnya yang menyembul dari dalam, dan obinya besar menempel di belakang --sudah pasti itu kimono, bukan yukata (pakaian sehari-hari/kasual perempuan Jepang untuk musim panas, yang biasa dikenakan kalau ada acara kultural biasa, antara lain matsuri (festival), hanabi (pesta kembang api di musim panas).

Emi: Indonesia e ikimashitaka? (Sudah pergi ke Indonesia ?...)

Ibu: Haik,...


   Obrolan yang tidak sampai dua menit itu terhenti. Kereta jurusan Denenchofu-Shibuya sudah tiba. .. Arigatou gozaimashita ne...Aku harus segera masuk ke kereta untuk menuju ke sekolah bahasa Naganuma di Nanpedai-Shibuya.
Di kereta  aku berpikir,  menyayangkan, kenapa enggak nanya telepon ibu tua itu, biar bisa aku datangi...Batik yang dia pakai itu lho, aku pingin tahu bagaimana ia mendapatkan batik itu dulu... Mudah-mudahan bisa ketemu ibu itu lagi di stasiun kereta dekat rumahku...


Foto, teks: Rahmayanti Helmi Yanuariadi.#


No comments:

Post a Comment

HARI-HARI

  HARI-HARI 1 Tidak ada yang muluk, karena tidak perlu muluk. Muluk cuma sebatas angan? Ah, ya engga juga, ia bisa jadi kenyataan. Tapi ya g...