...yang melewati Yokohama , Kanagawa-ken tepat di awal memasuki musim gugur tahun ini.
Ini ilustrasi betapa orang-orang berpayung ria saat kencangnya angin topan disertai hujan yg sangat lebat. Meski mereka tahu payung ga ‘ngaruh sama sekali.
Buat aku, kalau angin topan begini, payung ga bisa digunakan. Bakalan pada keriting kawatnya. Jangan harap, payung sekuat semahal apapun ya lewat alias rusak parah. Pohon aja tumbang, apalagi payung. Biasanya, dari tahun ke tahun kamera televisi tak bosannya merekam gambar payung bekas dengan kawat menceruat teronggok di sudut tempat sebelum dibuang.
Aku ingat merasakan angin topan di tahun 2008 di Tokyo . Payung termahal yang aku punya merk terkenal Knirps, yang aku beli jaman di Belanda dulu tahun 1995 an (ketahuan kalau payung ini awet karena disimpan/dikoleksi…hahahaha, yang diTokyo /Yokohama sini harganya 6000 yen--Rp 600.000) vs. payung yang beli-rusak- buang 100 yen-Rp10.000) terpaksa harus lewat. Bengkok ga karuan waktu aku gunakan melindungi diri dari badai hujan saat itu.
Jadi, kalau ketemu badai hujan angin topan lagi, mending ga payungan deh,…, biar payungnya selamat , soalnya percuma. Hahahahaha… ada-ada saja…*Payung korban taifun 2008 itu sudah aku buang.
***
Sempat terpeleset di balkon (derasnya air hujan itu membuat lantai licin), ketika menyelamatkan pot-pot mawar kesayangan yang jumpalitan; sebagian tanaman aku masukkan ke dalam rumah.
Semalam (21/9) adalah typhoon yang termasuk paling besar dan lama dibanding yang aku rasakan tahun 2007, 2008, 2009, 2010*. Sejak pagi hujan deras sudah turun: hujan, berhenti, hujan lagi. Sehari sebelumnya topan sudah berada di wilayahNagoya , yang menyebabkan kota itu terendam air, dan warga diungsikan. Mulai sekira jam 11.43 (21/9), hujan semakin menderas dan angin sangat kencang. Petir cuma sekali menggelegar keras membuat kaget pas jam makan siang. Menjelang jam 17.00 angin tambah kencang lagiii, suara gemuruhnya menakutkan, sampai mulai mereda jam 19.38.
Angin topan yang sangat kencang itu menerpa empat jejer sliding door yang terbuat dari kaca. Kebetulan apartemenku berdiri agak jauh dari apartemen tetangga di seberangku, dan angin itupun tanpa tedeng aling-aling menerpa apartemen tepat di wilayah pintu utama di balkonku. Dan aku berada di lantai 14, paling tinggi pula, merasakan apartemen ini bergoyang karena angin. Whuzzz whuzzz...
Seram.... ,langsung aku tutup curtain, minimal sebagai pengaman, jika terjadi kaca pecah. Ga terbayang sih… aku pasrah saja, tindakanku segera mengambil helm pengaman kepala –helm yang diberi Hatori san, teman Jepang ketika musim gempa 11 Maret kemarin; dan baju daster yang ku pakai aku ganti dengan baju siap, mana tahu kalau ada apa-apa. Ketakutanku wajar, karena saat itu aku tengah seorang diri di rumah, kebetulan suami sedang bertugas ke Indonesia .
Malam itu ketakutanku komplit, sekira jam 23, aku memutuskan untuk tidur saja, dan…tiba-tiba terasa gempa kira-kira 3 atau 4 skala Richter. Goyang apartemen karena gempa dan karena ditiup angin topan ya terasa beda movement nya. Memang setelah kejadian gempa Tohoku yang dahsyat itu, aku (bukan aku saja ternyata, tapi teman-teman juga), kalau ada gempa timbul rasa was-was. Wajar, karena ada perkiraan akan terjadi gempa sangat besar nanti tapi entah kapan.
Ga ada yg bisa diceritakan kecuali takut, dan tentu cuma bisa pasrah mohon perlindungan Allah SWT, dan tidurlah aku. Sebelumnya, aku sangat terhibur sudah mendengar suara Dhea anakku mengaji di Skype dari benua di bawah sana .
****
Esok harinya baru aku tahu gempa itu terjadi di Ibaraki 2 jam dari dari Tokyo (yang belakangan sering terjadi gempa sejak gempa Tohoku 11 Maret).
Dan di berita televisi aku lihat beberapa bagian rumah rubuh dan kaca rumah pecah.. Alhamdulillah ya Allah…., kaca rumahku enggak apa-apa, kalau kaca biasa rasanya bisa lewat juga (baca: pecah).
Kusambangi balkon, ingin tahu apa kabar tanaman-tanamanku. Tapi, haaaa?! aku kaget; sebagian tanamanku yang daunnya lembut (yang sebelumnya segar bugar, cerah) malah layu,/kisut seperti agak kepanasan seperti direbus, daunnya sedikit menghitam. Daun pohon bungur Jepang yang bunganya pink luruh semua seperti kering. Memang sempat aku rasakan, kendati hujan namun anginnya terasa hangat. Daun itu kering, luluh karena udara hangat angin, atau karena hantaman angin sangat keras, dibarengi hujan deras sekali, aku tak tau. (bisa ‘nanya ke ahli typhoon).
*Hari ini 24/9 sempat ngobrol dengan pemilik toko Kimono yang sedang menggelar "Charming sale" di Motomachi Shopping street. "Kino, typhoon wa ippai oki desu (Kemarin, topannya sangat besar)," katnya. Karena, sumber topan dekat ke kita, makanya besar. Begitu penjelasannya. Dia juga merasa seram dengan suara gemuruhnya. Ooo, sama dong dengan yang aku rasakan, kataku dalam hati.
Rahmayanti Helmi Yanuariadi.
FLPJepang.net
No comments:
Post a Comment